TUGAS ETIKA PROFESI
1. apa sebenarnya kepakaran dari seorang sarjana teknik industri?
2. tuliskan karakter-karakter tidak beretika menurut kalian dalam kehidupan sehari-hari (beri 5 contoh dan analisa)?
3. tuliskan aktivitas tidak beretika professional dalam bekerja (beri 5 contoh dan analisa)?
JAWABAN

1.

Kepakaran dari sarjana teknik industri dapat dilihat dari kompetensi dan latar belakang profesi yang diperolehnya melalui sebuah pendidikan maupun pelatihan yang khusus, serta penerapannya dalam mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajarinya dalam mengatasi permasalahan di lingkungan masyarakat sekitarnya maupun dikehidupan bangsa dan negara. Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan nilai-nilai idealisme dan tujuan mulia “ for the benefit of mankind “ dari berbagai macam aktivitas yang tidak pernah terlepas dari konflik kepentingan. Seorang sarjana teknik industri dalam menjalankan profesinya haruslah berkonsep pada mengutamakan keluhuran budi, dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya serta meningkatkan kompetensi dan martabat yang dimiliki berdasarkan keahlian profesional.

Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan semangat pengabdian yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dimilikinya bukanlah sebuah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah ataupun keuntungan, melainkan sebuah kebajikan yang hendak diabadikan demi dan semata untuk kesejahteraan umat manusia. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/atau kekayaan materiil-duniawi.

 2

a. bersikap apatis/ acuh tak acuh ; adalah sikap antisosial yang tidak memperdulikan keadaan orang maupun lingkungan di sekitarnya. Sikap ini akan menggangu rekan-rekan lain dalam sebuah kelompok kerja dan dapat menurunkan produktifitas.

b. berbicara kasar kepada orang lain ; orang yang suka berbicara kasar di depan umum terhadap orang lain dianggap tidak beretika karena selain menggangu kenyaman di depan umum juga dapat memancing perselisihan karena ucapan kasarnya yang menyakiti orang lain.

c. bersikap egois dalam kelompok kerja ; sikap mementingkan diri sendiri ini adalah sikap yang tidak beretika karena banyak merugikan orang lain, misalnya dalam suatu kelompok kerja dibutuhkan kerja sama dan kekompakkan satu sama lain tetapi jika ada satu orang saja yang bersikap egois tidak mau mengerjakan tugas atau mau menang sendiri tanpa memikirkan teman-teman kelompoknya, maka akan membuat pekerjaan tersebut menjadi terhambat atau sulit untuk dilakukan.

d. malas dan menunda pekerjaan ; seseorang dalam menerima pekerjaan yang diberikan harus memiliki rasa tanggungjawab dan menghindari sikap malas-malasan dan menunda pekerjaan, karena selain merugikan perusahaan, orang lain dan diri sendiri juga merupakan sikap yang amoral dan tidak beretika.  

e. berbohong ; dalam kehidupan sosial maupun lingkungan kerja sikap ini tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga sendiri, perusahaan tentu menghindari karyawan seperti ini. Orang yang berbicara jauh dari kebenaran dan tidak sesuai kata dengan perbuatan adalah sikap tak beretika dan jauh dari norma-norma sosial

3

a. tidak objektif dalam bekerja ; dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, seorang pekerja harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan. jika tidak, maka dianggap tidak memiliki etika professional.

b. lalai dari tugas yang diberikan ; orang yang memiliki karakter ini menandakan bahwa dia tidak memiliki ketelitian dan sikap disiplin dalam mengatur hidupnya, sehingga jika diberikan tugas banyak membuat kesalahan-kesalahan yang merugikan orang lain maupun lingkungan tempatnya bekerja

c. plagiat; aktivitas meniru atau membajak karya orang lain secara ilegal tanpa diketahui pemilik aslinya merupakan tindakan yang tidak hanya melanggar etika professional tetapi juga merupakan sebuah pelanggaran hukum

 

d. tidak taat peraturan ; suatu peraturan dibuat bukan hanya untuk ditaati tetapi juga untuk mengatur aktivitas, tindakan dan perbuatan agar tidak berbenturan dengan kepentingan orang lain dan norma yang berlaku. Orang yang melanggar peraturan tidak hanya melangar hak orang lain juga melanggar etika professional

e. tidak dapat dipercaya ; suatu perusahaan atau tempat seseorang bekerja memiliki rahasia terutama dalam tujuan untuk bisa terus mempertahankan eksistensi perusahaan tersebut. apabila seorang pekerja tidak dapat menjaga kerahasiaan perusahaan tersebut, maka dianggap tidak  memiliki etika professional.

 

PENERAPAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY UNTUK PENANGANAN MASALAH BANJIR DI JAKARTA
(TUGAS PERMODELAN SISTEM)

 

Disusun Oleh
   Nama             : Joniko
   NPM             : 33410785
   Kelas         : 4ID02
            

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2013
Latar Belakang Masalah
Banjir adalah bencana alam yang terjadi secara alami maupun oleh ulah manusia. Sekarang ini banjir sering terjadi karena disebabkan oleh ulah manusia yang mulai tidak menghiraukan keseimbangan alam. Mulai dari membuang sampah disungai, penggundulan hutan oleh manusia, berkurangnya daerah resapan air akibat pembangunan jalan dan rumah. Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka  meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, terjadinya krisis ekonomi serta berbagai permasalahan yang ada, semakin meningkatkan bobot dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan, strategi dan upaya penanganan masalah banjir yang telah ada, baik yang menyangkut aspek-saspek teknis maupun nonteknis.
Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir  sampai saat ini dilakukan oleh pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya yang bersifat struktur. Berbagai upaya tersebut pada umumnya masih kurang memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih kurang  berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dan top down, serta adanya berbagai kendala / keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Tindakan antisipatif seperti perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang matang akan lebih bijaksana daripada melakukan tindakan-tindakan penanggulangan setelah terjadi bencana . Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, terjadinya krisis ekonomi serta berbagai permasalahan yang ada, semakin meningkatkan bobot dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan, strategi dan upaya penanganan masalah banjir yang telah ada, baik yang menyangkut aspek-saspek teknis maupun nonteknis.
Tulisan ini menguraikan tentang banjir, masalah banjir, dan upaya mengatasinya secara umum dan belum menguraikan kebijakan, strategi, dan upaya mengatasi banjir secara rinci. Beberapa hal yang dikemukakan antara lain menyangkut penggunaan istilah dan pengertian, proses terjadinya masalah banjir, dan upaya mengatasi masalah banjir secara umum; dengan tujuan untuk menyamakan pengertian dan pemahaman bagi seluruh stakeholders.
Pengertian banjir
Banjir merupakan fenomena alam/gejala alam lokasi tertentu sebagai respon dari adanya perubahan faktor-faktor alam (termasuk perubahan unsur-unsur iklim yang merupakan siklus) dan faktor-faktor non-alam, maupun aktivitas manusia yang melampaui daya dukung lingkungan. Banjir yang melampaui daya tampung suatu lokasi itu telah mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, bahkan dapat menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, sehingga banjir yang demikian itu dianggap sebagai bencana banjir. Secanggih apapun teknologi mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam menanggulangi banjir yang sudah mencapai klimaks. Tidak ada sesuatu apapun yang dapat melawan kekuatan alam.
Secara kuantitatif masalah banjir terjadi akibat kesenjangan dua hal yaitu: masalah distribusi dan kapasitas/storage. Distribusi hujan yang tidak merata sepanjang tahun cenderung terakumulasi pada waktu yang singkat pada musim hujan (biasanya pada bulan Desember sampai Pebruari) menyebabkan tanah dan tanaman tidak mampu menampung semua volume air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Akibatnya sebagian besar air hujan di alirkan menjadi aliran permukaan, sehingga menyebabkan banjir di hilir. Ada dua faktor perubahan kenapa banjir terjadi yaitu perubahan lingkungan dimana didalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang dan perubahan dari masyarakat itu sendiri. Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini saluran – saluran yang ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan dan tanah – tanah cepat mengalami penjenuhan (Irianto, 2004).  
Peningkatan volume aliran permukaan ini diperparah dengan terjadinya alih guna lahan dari sawah, hutan, perkebunan ke lahan berpenutup permanen seperti perumahan, pabrik, jalan. Perubahan yang tidak terkendali ini akan menyebabkan volume aliran permukaan meningkat luar biasa dan kecepatan aliran permukaan meningkat secara tajam, sehingga daya angkut, daya kikisnya menjadi luar biasa. Volume air yang sangat tinggi dengan waktu tempuh yang singkat, menyebabkan bahaya banjir di hilir menjadi sangat besar (Irianto, 2004).
Di sisi lain, urbanisasi yang dapat meningkatkan terbentuknya lapisan kedap akan meningkatkan aliran permukaan dua hingga enam kali dibandingkan yang terjadi pada lahan alami (tidak terganggu). Urbanisasi sering menyebabkan terjadinya penyempitan jalur aliran sungai akibat pembangunan pemukiman baru, bahkan di sekitar bantaran sungai sekalipun. Dengan demikian, banjir mudah terjadi saat musim hujan tiba. Akibat yang dapat ditimbulkan karena pembentukan lapisan kedap yaitu: (1) kemampuan penyerapan air berkurang akibat laju infiltrasi tanah berkurang sehingga air hujan akan lebih banyak dan cepat menuju ke bagian hilir sungai. Indikatornya terlihat dari karakteristik debit puncak yang tinggi dengan waktu respon   daerah aliran sungai yang singkat, yang dapat mengakibatkan resiko banjir di hilir, (2) Sistem recharging (penyimpanan) air tanah sangat rendah sehingga pasokan air di musim kemarau akan merosot. Akibatnya, risiko bahaya kekeringan akan semakin tinggi.

Dampak dan Kerugian Akibat Banjir
Dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat banjir sangat banyak seperti hilangnya harta benda bahkan nyawa dari rumah penduduk yang terjadi banjir, aktivitas ekonomi yang terganggu akibat infrastruktur jalan yang tergenang banjir, serta maraknya wabah penyakit yang terjadi setelah terjadi banjir. Dibawah ini adalah dampak dan kerugian banjir yang terjadi di walayah jakrta pada awal tahun 2013 seperti yang dimuat situs berita merdeka.com.  
“Banjir besar yang melanda Jakarta di awal 2013, melumpuhkan mayoritas sendi kehidupan dan dunia usaha. Kerugian materi yang besar, tidak terhindarkan. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memperkirakan, kerugian mencapai Rp 20 triliun. Nominal itu mencakup seluruh sektor. “Kerugian akibat banjir ini tidak sedikit. Kalau dihitung-hitung, total kerugian banjir pada tahun ini kira-kira mencapai Rp 20 triliun,” kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Selasa (22/1). Namun, kerugian besar tidak hanya terjadi banjir tahun ini saja. Pada banjir besar yang melanda Jakarta 2007 silam, kerugian juga mencapai angka triliunan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 16 Februari 2007, diperkirakan kerugian mencapai Rp 5,16 triliun. Bila dirinci, banjir yang melanda dari 31 Januari hingga 8 Februari 2007 itu, perkiraan merugikan sektor UKM dan koperasi sekitar Rp 781 juta per hari Sementara kerugian pada BUMD senilai Rp 14,4 miliar. Sektor kerugian BUMN, seperti PLN merugi Rp 17 miliar per hari, PT Telkom merugi Rp 18 miliar, dan PT Pertamina Rp 100 miliar. Kerusakan infrastruktur sungai diperkirakan senilai Rp 383,87 miliar. Karena rusaknya tanggul pada 13 sungai, dan Kanal Banjir Timur dan Barat, serta tebing kali Ciliwung dan pintu air. Perkiraan kerugian jalan raya dan kereta api Rp 601,39 miliar. Berdasarkan informasi selama satu minggu, diperkirakan PT KAI mengalami opportunity loss dari pendapatan penjualan karcis senilai Rp 1 sampai 1,5 miliar per hari.Perkiraan terhadap kerugian perbaikan sarana dan prasarana kegiatan belajar, senilai Rp 14,17 miliar. Kerugian akibat kerusakan rumah tinggal, yang diperkirakan sebanyak 89,770 rumah terendam mencapai Rp 695,7 juta lebih. Bappenas mengasumsikan kerugian Rp 10 juta per unit, untuk rumah non permanen yang hilang tersapu banjir. Sedangkan Rp 20 juta per unit, untuk memperbaiki rumah dan kerusakan terhadap furniture serta peralatan rumah permanen, dan Rp 5 juta untuk kalkulasi kerusakan ringan. Kerugian besar akibat banjir, juga harus ditelan warga Jakarta pada 2002 lalu. Berdasarkan data dari buku ‘Hubungan Kerjasama Institusi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai’ karya omo Rusdiana dan kawan-kawan, Jakarta harus merugi sedikitnya Rp 9,8 triliun. Dengan rincian kerugian sektor ekonomi Rp 2,5 triliun, transportasi dan telekomunikasi sebesar Rp 78,5 miliar, kerusakan langsung Rp 5,3 triliun, dan kerusakan tidak langsung Rp 2,8 triliun. Pada banjir 2002, sedikitnya 3,7 juta dari 8,3 juta penduduk Jakarta kebanjiran. Sedangkan, luasan daerah yang kebanjiran mencapai 65 hektar, dan luas genangan banjir 8,7 hektar“.(Sumber: Merdeka.com, tanggal berita dimuat: Rabu, 23 Januari 2013)
RICH PICTURE DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA

    

    

ROOT DEFINITION DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA
Root definition : Kajian Sistem Penanggulangan Banjir untuk Mengurangi Dampak   Resiko Banjir bagi Masyarakat di Jakarta
Tujuan dari membuat root definiton adalah untuk menggambarkan keterkaitan antara situasi permasalahan dengan esensi pemecahan masalah yang perlu dikerjakan . dengan mendefinisikan root definition akan terungkap mengenai apa yang dikerjakan, mengapa dikerjakan, siapa yang mengerjakan, siapa yang diuntungkan dengan pekerjaan tersebut dan apakah lingkungan membatasi tindakan yang dilakukan. Dari pendefinisian root definiton dari penanganan banjir di jakarta dapat disimpulkan jawaban dari pertanyaan diatas.

Apa yang dikerjakan : melakukan kajian sistem penanggulangan banjir
Mengapa dikerjakan : untuk mengurangi dampak resiko banjir di Jakarta
Siapa yang mengerjakan : seluruh pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam pembuatan kebijakan (Pemerintah pusat, Pemprov. Jakarta, Dinas pekerjaan umum, pengusaha, relawan dan masyarakat setempat)
Siapa yang diuntungkan : seluruh pihak akan diuntungkan jika penanganan banjir tersebut berhasil.
Apakah lingkungan membatasi tindakan yang dilakukan : batasan lingkungan dari kajian sistem ini hanya untuk wilayah di daerah Jakarta

PURPOSIVITY ACTIVITY MODEL DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA

    

REKOMENDASI KEBIJAKAN DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA
Pola baru pengelolaan banjir terpadu (Integrat-ed Floods Management) ini adalah alternatif upaya penanganan masalah banjir, yakni berdasarkan pendekatan ekologi dengan cara mengenali faktor-faktor kunci akar permasalahan penyebab banjir serta mengelola factor faktor tersebut. Penanggulangan bencana alam (banjir) selama ini yang telah menelan biaya besar itu, hanyalah berupa penanganan masalah yang bersifat temporer dan tidak menyeluruh, sehingga apabila selesai dipecahkan masalahnya akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar lagi. Begitu seterusnya sehingga menjadi proses yang tidak pernah ada habisnya.
Penanggulangan banjir dengan cara-cara konvensional sebatas mengusir air perlu diubah dengan pola pengelolaan banjir terpadu (integrated floods management) dengan menentukan komponen-komponen lingkungan apa saja yang ada, yang dapat merupakan faktor tidak terakumulasinya air di satu tempat secara berlebihan dan penghambat aliran permukaan, tetapi memperlancar siklus alami air. Hal ini meliputi penggunaan vegetasi yang berfungsi sebagai perangkap atau penahan air, pengontrolan secara alami seperti penanaman tanaman yang menyerap banyak air, pembuatan terasering dan saluran/parit sesuai kontur, tanaman penutup tanah (ground cover), serta usaha lain seperti normalisasi fungsi saluran, kanal, parit. Pengelolaan sampah (reduce, re-use, and recycle), membuat sumur resapan, pintu pembagi, pembuatan bak kontrol, perbaikan tata letak, zonasi, dan sebagainya.
Pola ini menekankan pada sifat yang menyeluruh dalam pendekatannya dan berdasarkan sepenuhnya pada prinsip prinsip ekologi. Keberhasilan pola pengelolaan banjir terpadu ini akan sangat bergantung pada gabungan komponen pengelolaan yang digunakan.Walaupun penggabungan cara konvensional mendapat penekanan yang khusus, tetapi pada hakekatnya, semua komponen pengelolaan yang berguna dan juga kegiatan agronomis yang berkaitan dengan air/pengairan, harus dipadukan dalam pola yang terkoordinasikan untuk memperoleh pola pengelolaan yang kuat dan secara ekonomis menguntungkan, serta tidak merusak lingkungan. Dalam pelaksanaannya agar pola baru ini berhasil baik,kita harus betul-betul memahami fondasinya, yaitu :
a. Keadaan ecosystem (sistem ekologi);
b. Tingkat-ambang-ekonomi–(economic threshold);
c. Pengambilan data volume air.
d. Budaya setempat (local habit, behaviour)
a. Ecosystem (Ecological System)
Selama perjalanannya menuju titik terendah, air akanmendapat hambatan-hambatan dari lingkungannya sepertipanjang saluran, vegetasi, jenis tanah, jenis batuan, dansebagainya. Sesuai keadaan ekosistemnya,–setiap-lokasi/kawasan- akan berbeda jumlah/volume airnya. Karena itustatusnya dalam ekosistem dapat dibagi ke dalam tiga tipe :
Banjir Utama (Key Floods), volume airnya selalu di atas tingkat kerusakan ekonomis; Banjir Sewaktu-waktu (Occasional Floods), volume airnya kadang-kadang melewati tingkat kerusakanekonomisnya; dan Banjir Potensial (Potential Floods), volume airnya selalu rendah tetapi secara potensial dapat menjadi Banjir Utama/Key Floods.
b. Ambang Ekonomi (Economic Threshold)
Nilai ambang ekonomi perlu diketahui karena dalam polayang baru ini, falsafah kita bukan untuk menghilangkanbanjir, tetapi hanya untuk menurunkan volume air sampaitingkat ambang ekonomisnya. Ini berarti penanggulanganbanjir dengan cara pemompaan air, pembuatan sodetan,dan sebagainya hanya digunakan bila volume air telah mencapai tingkat kerusakan ekonomisnya.Penekanan volume air dari tingkat ambang ekonomis ketingkat keseimbangan yang tidak merugikan dibebankankepada faktor-faktor lingkungan alami (termasuk unsurunsur iklim) yang terdapat di alam.

c. Pengambilan Data Volume Air
Informasi tentang keadaan ekosistem (tipe banjir, factor lingkungan, alam, unsur-unsur iklim) serta nilai ambang ekonomis bagi setiap lokasi/ kawasan, hanya dapat diperoleh dengan melakukan survey sebelumnya. Itulah sebabnya, pengambilan data volume air yang teratur serta peramalannya, merupakan fondasi bagi berhasil nya pengelolaan banjir. Berdasarkan informasi tadi, kemudian dtentukan komponen-komponen apa saja yang akan kita gunakan dalam pengelolaan banjir.
d. Budaya Setempat
Dalam pola baru ini masyarakat setempat diajak bertanggungjawab bersama Pemerintah (shared vision, shared resources,and shared actions). Pemerintah tidak usah terlalu banyak mengatur, cukup sebagai enabler, facilitator, & catalisator. Manajemen Banjir sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat dengan mendasarkan pada budaya setempat yang telah terinternalisasi sejak lama yang tercermin dalam sikap, prilaku, dan kebiasaan mereka dengan penuh kearifan. Misal nya konsep spiritual yang mensucikan danau, situ, dan sungai sehingga mereka pantang membuang sampah ke situ. Pemerintah, LSM, NGO, berkewajiban menyadarkan & meluruskan pandangan terhadap sikap, prilaku dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekologi. Dalam hal ini diperlukan capacity building atau pemberdayaan masyarakat untuk memperluas wawasan ekologi dan meningkatkan kesadaran lingkungan.

Daftar Pustaka
Irianto, G.2004. Bagaimana menanggulangi banjir dan kekeringan. Tabloid Sinar Tani, 28 April 2004. Badan Litbang pertanian, Jakarta.
http://Merdeka.com, tanggal berita dimuat: Rabu, 23 Januari 2013

Pembahasan Masalah Tentang Lingkungan Hidup

di Daerah Pasar Teluknaga

                                   

 

 

 

1.         Tinjauan Pustaka Mengenai Lingkungan Hidup

Manusia hidup di bumi tidak sendirian, melainkan bersama makhluk lain, yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Makhluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusiaitu terkait erat pada mereka. Tanpa mereka manusia tidaklah dapathidup. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan mengandaikan di bumiini tidak ada tumbuhan dan hewan. Dari manakah kita mendapatkanoksigen dan makanan. Sebaliknya seandainya tidak ada manusia,tumbuhan, hewan dan jasad renik akan dapat melangsungkan kehidupannya, seperti terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia.

Karena itu anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang paling berkuasa tidaklah betul. Seyogyanya kita menyadari bahwa kitalah yang membutuhkan makhluk hidup yang lain untuk kelangsungan hidup kita dan bukannya mereka yang membutuhkan kita untuk kelangsungan hidup mereka. Karena itu sepantasnyalah kita bersikap lebih merendahkan diri. Sebab faktor penentu kelangsungan hidup kita tidaklah di dalam tangan kita, sehingga kehidupan kita sebenarnyaamat rentan.Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali  makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup makhluk tersebut

Menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang No 32 Tahun2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LingkunganHidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Di Indonesia perhatian mengenai lingkungan hidup sudah dilakukan sejak tahun 1960-an, tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasionaldi Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972.Dalam seminar tersebut disampaikan makalah tentang “Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia: Beberapa Pikiran dan Saran” oleh Mochtar Kusumaatmadja, makalah tersebut merupakan pengarahan pertama mengenai perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Hasil yang dapat diperoleh dari seminar tersebut yaitu konsepnya mengenai pengertian umum permasalahan lingkungan hidup di Indonesia.33 Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup. Pada saat itu, pencemaran oleh limbah industri dan rumah tangga belum dipermasalahkan secara khusus, saat ini masalah lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang dihasilkan dari proses produksi barang dan jasa yang langsung dibuang ke sungai tanpa proses pengelolaan terlebih dahulu. Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkau peraturan-peraturan tentang pencemaran

lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres No 77 Tahun 1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah ditingkat Provinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undangundang

No 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui, kemudian diubah menjadi Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan di ikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, kemudian disempurnakan oleh Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara umum, definisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan (proyek) yang dapat berdampak besar atau kecil terhadap lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (1) menyatakan : “Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.35

Dalam AMDAL terdapat dua jenis batasan tentang dampak, yaitu:

a. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diprakirakan akan ada setelah ada pembangunan.

b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut. AMDAL suatu usaha atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum dan diketahui oleh masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan. Sebab sejak awal proses pembuatan dokumen AMDAL, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 33 ayat (1) menyatakan : “Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diumumkan

terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak

lingkungan hidup”.36 Sedangkan Pasal 34 ayat (1) menyatakan : “Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup”.37

AMDAL suatu usaha atau kegiatan yang berupa dokumen

terdiri dari 4 (empat) bagian yang terdiri dari :

1) Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)

Pengertian Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (3) yang menyatakan : “Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan”.38

2) Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)

Pengertian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (4) yang menyatakan : “Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan”.39

3) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)

Pengertian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (5) yang menyatakan : “Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan” 4) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Pengertian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (6) yang menyatakan : “Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan” Pedoman penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) didasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 14 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan AMDAL, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pedoman Umum Penyusunan AMDAL adalah keseluruhan proses yang berturut-turut meliputi :

1) Penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL).

2) Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Menurut ketentuan operasional (Peraturan Pelaksanaan) terdapat  masalah hukum yang harus diperhatikan, yaitu dalam proses pengambilan keputusan (decision making process) yang berkaitan dengan Pasal 18, menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 ayat (1) menyatakan :“Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup bwajib memiliki AMDAL”.42 Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, Pasal 11 ayat (1) menyatakan : Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria :

a. Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara;

b. Usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi daerah tingkat I;

c. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;

d. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;

e. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.

Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Oleh sebab itu, kriteria tersebut dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak bersifat ilmitatif. Prosedur pengambilan keputusan sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dipisahkan dari tujuan AMDAL sebagai salah satu ketentuan hukum, dari ketentuan hukum tersebut AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penjelasan Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL menyatakan : “Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab wajib dilampirkan pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup”.AMDAL merupakan salah satu syarat perizinan dalam sistem hukum lingkungan Indonesia bagi orang atau kelpompok yang akan mendirikan suatu perusahaan atau industri, khususnya yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan. Dalam pemberian izin untuk mendirikan suatu perusahaan atau industri, apabila tidak dilengkapi dengan AMDAL dapat dikenakan sanksi kepada yang memberikan izin tersebut. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindunghan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 112 yang menyatakan : “Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

 

2.         Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melakukan kunjungan dan survey ke dalam pasar dan membuat pertanyaan kepada para pedagang dan masyarakat sekitar tentang kondisi pasar dan seputar permasalahan lingkungan didaerah pasar tersebut. Data empiris dari penelitian ini diambil dari para pedagang, pembeli dan masyarakat di sekitar pasar Teluknaga, Tangerang. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran permasalah yang jelas tentang kondisi fisik pasar. Berikut adalah gambar- gambar yang didapat dari peninjauan di pasar teluknaga :

  

 

 

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Peninjauan ini dilaksanakan Pasar Teluknaga, JL. Raya Salembaran Km 7, Kp. Melayu Barat, Teluknaga, Tangerang. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah teluknaga merupakan wilayah yang masih terbelakang di bandingkan wliyah tangerang lainnya. Waktu peninjauan ke daerah tersebut berlangsung pada tanggal  27 April 2013.

 

5.         Pembahasan Masalah dan Solusinya

            Dari hasil melakukan kunjungan dan survey ke dalam pasar, maka didapat beberapa masalah dan persoalan seputar lingkungan. Masalah utama lingkungan di Pasar tersebut  adalah kondisi pasar yang becek saat hujan sehingga menggangu kenyamanan pembeli.

 

Tabel. Masalah lingkungan di seputar pasar dan solusinya

No.

Deskripsi Permasalahan

Alternatif Penanganan Masalah

1.

Kondisi pasar yang becek yang becek ketika kondisi hujan

Dari pemantauan dapat dilihat bahwa jalan menuju pasar tersebut masih berupa tanah merah dan belum diaspal. Sebaiknya perlu dilakukan penaspalan jalan atau pembuatan paving blok agar kondisi oasar menjadi baik.

2.

Banyak sampah yang menumpuk di bagian belakang pasar (di blok pedagang baju) dan pengelolaan sampah nya masih dengan pembakaran

-Penambahan tempat sampah dan petugas kebersihan.

– pengelompokan sampah menjadi organik dan anorganik untuk selanjutnya diolah menjadi nilai tambah

3.

Beberapa pedagang di kios banyak yang tidak melakukan peasangan listrik secara resmi (mencantol listrik secara illegal)

Peningkatan dan pengawasan penegakan hukum

4.

Pada beberapa kios di dalam pasar dijumpai kios-kios yang rusak baik atapnya yang bocor maupun dinding tembok yang berlubang

Perlu dilakukan perbaikan kondisi kios yang rusak oleh pengelola pasar dan pemerintah setempat untuk kenyaman pedagang dan pembeli

5.

Saluran air yang terletak di samping pasar tidak mengalir dan sering meluap ketika hujan karena sampah yang menumpuk.

Perlu dilakukan pembersihan saluran air oleh masyarakat, pengelola pasar, dan pemerintah daerah. Serta dilakukan penyadaran dan pelatihan kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

     

6.

Sanitasi yang buruk dan sarana wc yang kurang banyak.

Perlu dilakukan perbaikan sanitasi dan penambahan jumlah wc  oleh pengelola pasar dan pemerintah setempat untuk kenyaman pedagang dan pembeli

     
     
     

 

Pengelolaan  masalah lingkungan di pasar perlu dilakukan  pendekatan  berbasis masyarakat dimana masyarakat dilibatkan untuk pengelolaan  bersama antara masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama, di mana masyarakat  berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Pemikiran ini sangat didukung oleh tujuan jangka panjang pengelolaan lingkungan pasar berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha dengan penambahan petugas kebersihan dan petugas pekerjaan umum, pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan kondisi pasar yang nyaman, bersih dan lestari, peningkatan kemampuan peran serta masyarakat dalam menjaga dan melestarikaan lingkungan di pasar, dan  peningkatan pendidikan dan pelatihan, dan pengembangan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga kondisi pasar, pengawasan dan penegakan aturan-aturan undang-undang tentang lingkungan, untuk masyarakat yang melanggar dapat dikenakan sanksi atau denda sesuai ketentuan yang berlaku.

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembahasan Masalah Tentang Lingkungan Hidup

di Daerah Pasar Teluknaga

                                   

 

 

 

1.         Tinjauan Pustaka Mengenai Lingkungan Hidup

Manusia hidup di bumi tidak sendirian, melainkan bersama makhluk lain, yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Makhluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusiaitu terkait erat pada mereka. Tanpa mereka manusia tidaklah dapathidup. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan mengandaikan di bumiini tidak ada tumbuhan dan hewan. Dari manakah kita mendapatkanoksigen dan makanan. Sebaliknya seandainya tidak ada manusia,tumbuhan, hewan dan jasad renik akan dapat melangsungkan kehidupannya, seperti terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia.

Karena itu anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang paling berkuasa tidaklah betul. Seyogyanya kita menyadari bahwa kitalah yang membutuhkan makhluk hidup yang lain untuk kelangsungan hidup kita dan bukannya mereka yang membutuhkan kita untuk kelangsungan hidup mereka. Karena itu sepantasnyalah kita bersikap lebih merendahkan diri. Sebab faktor penentu kelangsungan hidup kita tidaklah di dalam tangan kita, sehingga kehidupan kita sebenarnyaamat rentan.Manusia bersama tumbuhan, hewan dan jasad renik menempati suatu ruang tertentu. Kecuali  makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup makhluk tersebut

Menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang No 32 Tahun2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LingkunganHidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Di Indonesia perhatian mengenai lingkungan hidup sudah dilakukan sejak tahun 1960-an, tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasionaldi Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972.Dalam seminar tersebut disampaikan makalah tentang “Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia: Beberapa Pikiran dan Saran” oleh Mochtar Kusumaatmadja, makalah tersebut merupakan pengarahan pertama mengenai perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Hasil yang dapat diperoleh dari seminar tersebut yaitu konsepnya mengenai pengertian umum permasalahan lingkungan hidup di Indonesia.33 Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup. Pada saat itu, pencemaran oleh limbah industri dan rumah tangga belum dipermasalahkan secara khusus, saat ini masalah lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang dihasilkan dari proses produksi barang dan jasa yang langsung dibuang ke sungai tanpa proses pengelolaan terlebih dahulu. Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dilakukan dengan memperkuat sanksi dan memperluas jangkau peraturan-peraturan tentang pencemaran

lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres No 77 Tahun 1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah ditingkat Provinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undangundang

No 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui, kemudian diubah menjadi Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan di ikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, kemudian disempurnakan oleh Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara umum, definisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk

mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan (proyek) yang dapat berdampak besar atau kecil terhadap lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (1) menyatakan : “Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.35

Dalam AMDAL terdapat dua jenis batasan tentang dampak, yaitu:

a. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diprakirakan akan ada setelah ada pembangunan.

b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut. AMDAL suatu usaha atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum dan diketahui oleh masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan. Sebab sejak awal proses pembuatan dokumen AMDAL, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 33 ayat (1) menyatakan : “Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diumumkan

terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak

lingkungan hidup”.36 Sedangkan Pasal 34 ayat (1) menyatakan : “Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup”.37

AMDAL suatu usaha atau kegiatan yang berupa dokumen

terdiri dari 4 (empat) bagian yang terdiri dari :

1) Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)

Pengertian Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (3) yang menyatakan : “Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan”.38

2) Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)

Pengertian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (4) yang menyatakan : “Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan”.39

3) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)

Pengertian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (5) yang menyatakan : “Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan” 4) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Pengertian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (6) yang menyatakan : “Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan” Pedoman penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) didasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 14 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan AMDAL, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pedoman Umum Penyusunan AMDAL adalah keseluruhan proses yang berturut-turut meliputi :

1) Penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL).

2) Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).

Menurut ketentuan operasional (Peraturan Pelaksanaan) terdapat  masalah hukum yang harus diperhatikan, yaitu dalam proses pengambilan keputusan (decision making process) yang berkaitan dengan Pasal 18, menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 ayat (1) menyatakan :“Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup bwajib memiliki AMDAL”.42 Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, Pasal 11 ayat (1) menyatakan : Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria :

a. Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara;

b. Usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi daerah tingkat I;

c. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;

d. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;

e. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.

Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Oleh sebab itu, kriteria tersebut dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak bersifat ilmitatif. Prosedur pengambilan keputusan sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dipisahkan dari tujuan AMDAL sebagai salah satu ketentuan hukum, dari ketentuan hukum tersebut AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penjelasan Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL menyatakan : “Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab wajib dilampirkan pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup”.AMDAL merupakan salah satu syarat perizinan dalam sistem hukum lingkungan Indonesia bagi orang atau kelpompok yang akan mendirikan suatu perusahaan atau industri, khususnya yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan. Dalam pemberian izin untuk mendirikan suatu perusahaan atau industri, apabila tidak dilengkapi dengan AMDAL dapat dikenakan sanksi kepada yang memberikan izin tersebut. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindunghan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 112 yang menyatakan : “Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

 

2.         Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melakukan kunjungan dan survey ke dalam pasar dan membuat pertanyaan kepada para pedagang dan masyarakat sekitar tentang kondisi pasar dan seputar permasalahan lingkungan didaerah pasar tersebut. Data empiris dari penelitian ini diambil dari para pedagang, pembeli dan masyarakat di sekitar pasar Teluknaga, Tangerang. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran permasalah yang jelas tentang kondisi fisik pasar. Berikut adalah gambar- gambar yang didapat dari peninjauan di pasar teluknaga :

  

 

 

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Peninjauan ini dilaksanakan Pasar Teluknaga, JL. Raya Salembaran Km 7, Kp. Melayu Barat, Teluknaga, Tangerang. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah teluknaga merupakan wilayah yang masih terbelakang di bandingkan wliyah tangerang lainnya. Waktu peninjauan ke daerah tersebut berlangsung pada tanggal  27 April 2013.

 

5.         Pembahasan Masalah dan Solusinya

            Dari hasil melakukan kunjungan dan survey ke dalam pasar, maka didapat beberapa masalah dan persoalan seputar lingkungan. Masalah utama lingkungan di Pasar tersebut  adalah kondisi pasar yang becek saat hujan sehingga menggangu kenyamanan pembeli.

 

Tabel. Masalah lingkungan di seputar pasar dan solusinya

No.

Deskripsi Permasalahan

Alternatif Penanganan Masalah

1.

Kondisi pasar yang becek yang becek ketika kondisi hujan

Dari pemantauan dapat dilihat bahwa jalan menuju pasar tersebut masih berupa tanah merah dan belum diaspal. Sebaiknya perlu dilakukan penaspalan jalan atau pembuatan paving blok agar kondisi oasar menjadi baik.

2.

Banyak sampah yang menumpuk di bagian belakang pasar (di blok pedagang baju) dan pengelolaan sampah nya masih dengan pembakaran

-Penambahan tempat sampah dan petugas kebersihan.

– pengelompokan sampah menjadi organik dan anorganik untuk selanjutnya diolah menjadi nilai tambah

3.

Beberapa pedagang di kios banyak yang tidak melakukan peasangan listrik secara resmi (mencantol listrik secara illegal)

Peningkatan dan pengawasan penegakan hukum

4.

Pada beberapa kios di dalam pasar dijumpai kios-kios yang rusak baik atapnya yang bocor maupun dinding tembok yang berlubang

Perlu dilakukan perbaikan kondisi kios yang rusak oleh pengelola pasar dan pemerintah setempat untuk kenyaman pedagang dan pembeli

5.

Saluran air yang terletak di samping pasar tidak mengalir dan sering meluap ketika hujan karena sampah yang menumpuk.

Perlu dilakukan pembersihan saluran air oleh masyarakat, pengelola pasar, dan pemerintah daerah. Serta dilakukan penyadaran dan pelatihan kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

     

6.

Sanitasi yang buruk dan sarana wc yang kurang banyak.

Perlu dilakukan perbaikan sanitasi dan penambahan jumlah wc  oleh pengelola pasar dan pemerintah setempat untuk kenyaman pedagang dan pembeli

     
     
     

 

Pengelolaan  masalah lingkungan di pasar perlu dilakukan  pendekatan  berbasis masyarakat dimana masyarakat dilibatkan untuk pengelolaan  bersama antara masyarakat setempat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama, di mana masyarakat  berpartisipasi aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaannya. Pemikiran ini sangat didukung oleh tujuan jangka panjang pengelolaan lingkungan pasar berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha dengan penambahan petugas kebersihan dan petugas pekerjaan umum, pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan kondisi pasar yang nyaman, bersih dan lestari, peningkatan kemampuan peran serta masyarakat dalam menjaga dan melestarikaan lingkungan di pasar, dan  peningkatan pendidikan dan pelatihan, dan pengembangan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga kondisi pasar, pengawasan dan penegakan aturan-aturan undang-undang tentang lingkungan, untuk masyarakat yang melanggar dapat dikenakan sanksi atau denda sesuai ketentuan yang berlaku.