Latest Entries »

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang Masalah

Budaya merupakan ciri khas suatu bangsa yang di setiap bangsa masing – masing berbeda satu dengan lainnya. Budaya memiliki banyak nilai dan pesan keindahan, penghargaan dan kebersamaan bagi yang melestarikannya. Salah satu budaya bangsa kita yang sangat bernilai adalah gotong – royong, yang penerapannya tidak membedakan suku, agama, warna kulit, dan budaya daerah. Semua yang majemuk menjadi satu seperti semboyan kita “Bhinneka Tunggal Ika”. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan adalah makhluk sosial yang harus bekerja bersama dengan manusia lain untuk mencapai visi bersama, salah satunya dengan budaya gotong royong. Namun seiring berkembangnya zaman, teknologi semakin lama semakin canggih, perputaran informasi semakin cepat sehingga membuat manusia cenderung lebih memikirkan diri sendiri dan kurang peduli lingkungan sekitar. Ini mulai terjadi di kota besar yang mayoritas

bekerja sebagai karyawan/pegawai kantor, buruh, dan lain-lain. Ini situasi yang sangat memprihatinkan dan mengancam persatuan NKRI.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa Negara Republik Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa. Suku bangsa yang dimaksudkan tersebut tersebar mulai Sabang sampai Merauke. Memang tidak mudah untuk senantiasa mempertahankan agar keutuhan bangsa Indonesia tetap terjalin sampai saat ini, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa wilayah yang mencoba untuk mengikrarkan diri sebagai negara sendiri yang bermartabat. Dengan adanya beberapa wilayah yang mulai memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tercinta ini, tidak lantas membuat bangsa Indonesia secara umum mengalami perubahan yang signifikan. Salah satu karakteristik yang senantiasa akrab dengan bangsa Indonesia dengan adanya semangat gotong royong. Prinsip gotong royong merupakan salah satu ciri khas atau karakteristik dari bangsa Indonesia. Hal ini dapat dinyatakan dengan adanya berbagai aktivitas masyarakat Jawa Timur khususnya, yang senantiasa mengedepankan prinsip gotong royong tersebut. Hal lain yang mendukung keberterimaan perilaku gotong royong juga dapat dinyatakan pada pancasila yaitu sila ke- 3 “Persatuan Indonesia”.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa perilaku gotong royong yang dimiliki bangsa Indonesia sebenarnya sudah sejak dahulu kala. Hal tersebut didapatkan dari berbagai referensi yang terkait dengan kehidupan generasi pendahulu yang senantiasa mengedepankan perilaku gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai bahan perenungan bahwa perilaku gotong royong merupakan sebuah manifestasi dari kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan budaya yang telah berakar kuat dalam berbagai sendi kehidupan bermasyarakat. Secara tidak langsung, perilaku gotong royong yang dimiliki masyarakat Indonesia ini dapat mulai tumbuh dari kita sendiri dan pada akhirnya berpotensi sebagai ekspresi perilaku dari masyarakat Indonesia.

1.2      Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan gotong royong?

Apa yang dimaksud dengan globalisasi?

Bagaimana pengaruh budaya asing terhadap budaya gotong royong?

Bagaimana strategi kita dalam menghadapi globalisasi di bidang sosial budaya?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1     Pengertian Gotong Royong

Gotong royong dapat dianggap sebagai suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat sukarela. Hal ini dilakukan agar kegiatan yang dikerjakan tersebut dapat berjalan dengan lancar, mudah dan terkesan lebih ringan karena dilakukan secara bersama-sama. Pendapat lain yang menyatakan mengenai gotong royong juga dinyatakan oleh beberapa pendapat dari berbagai referensi yang mendukung.  Masyarakat secara umum menyatakan bahwa bahwa bergotong royong adalah kegiatan bersama-sama yang dilakukan dalam mengerjakan atau membuat sesuatu. Begitu pula yang dimaksud kegotongroyongan merupakan cara kerja yang rasional dan efisien akan dibina tanpa meninggalkan suasana tertentu.

Kata gotong royong telah menjadi kosa kata Bahasa Indonesia. Bahkan telah masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, 1997 : 412). Kata itu mungkin masuk ke dalam khasanah perbendaharaan Bahasa Indonesia bersamaan dengan kata berdikari (hal. 142), satu istilah yang sama – sama dipopulerkan oleh Bung Karno. Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa, atau setidaknya mempunyai nuansa Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Sebagai contoh, ada pohon yang besar roboh menghalangi jalan di suatu desa. Masyarakat mengangkatnya bersama- sama untuk memindahkan kayu itu ke pinggir jalan. Orang desa menyebutnya dengan nggotong atau menggotong. Demikian juga ketika ada seorang anak jatuh ke selokan dekat gardu desa, dan kemudian seseorang mengangkatnya untuk mengentaskan anak itu dari selokan. Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama.

Dalam bahasa Jawa kata saiyeg saeko proyo atau satu gerak satu kesatuan usaha memiliki makna yang amat dekat untuk melukiskan kata royong ini. Ibarat burung kuntul berwarma putih terbang bersama – sama, dengan kepak sayapnya yang seirama, menuju satu arah bersama- sama, dan orang kemudian menyebutnya dengan holopis kuntul baris. Jadi, gotong royong memiliki pengertian bahwa setiap individu dalam kondisi seperti apapun harus ada kemauan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak disekeliling hidupnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan atau skill, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. Bagi mereka yang masih belum mampu melakukan salah satu dari alternatif bantuan diatas, maka mereka cukup dengan berdiam diri dan tidak berbuat apapun yang bisa merusak situasi dan kondisi yang berlaku saat itu. Berdiam diri dan tidak membuat keruh situasipun sudah merupakan implementasi gotong royong yang paling minimal.

Budaya gotong royong adalah cerminan perilaku dan ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Penerapan gotong royong mengalami pasang surut penggunaannya mengikuti arus dan gelombang masyarakat penggunanya. Kata gotong royong telah digunakan oleh semua lapisan masyarakat, dari kalangan birokrat dan pemimpin pemerintahan sampai kalangan buruh tani, tukang ojek, sampai dengan peronda malam di kampung-kampung. Bung Karno sendiri pernah menggunakannya sebagai nama DPR Gotong Royong. Kata gotong royong pernah digunakan sebagai nama SMP Gotong Royong di satu kabupaten yang terpencil. Kelompok Reyog Ponorogo menggunakan kata gotong royong sebagai nama kelompok kesenian rakyat ini.

Bahkan tukang becak, pedagang kaki lima, atau berbagai kelompok masyarakat telah menggunakan kata gotong royong dan ikut mempopulerkan penggunaan kata gotong royong sebagai khasanah perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia.

2.2     Pengertian Globalisasi

Menurut beberapa ahli pengertian globalisasi adalah sebagai berikut :

  1. G. Mc. Grew (1992) :

Globalisasi mengacu pada keserbaragaman hubungan dan kesalingterkaitan antara negara dan masyarakat. Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekwensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.

  1. Thomas L Friedman .(2009):

Globalisasi memiliki dimensi ideologi dan teknologi. Dimensi ideologi, yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai- nilai dan budaya tertentu ke seluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat pergerakkannya sejak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah samudra oleh orang-orang Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia, sehingga batas-batas suatu negara menjadi bisa. Globalisasi merupakan suatu proses yang harus terjadi dan tidak mungkin dihindari. Kemajuan bidang komunikasi menghasilkan media yang canggih sehingga memudahkan terjadinya proses globalisasi.

2.3      Pengaruh Globalisasi dalam Budaya Gotong Royong

Dalam perjalanan bangsa terjadi perubahan dalam sikap budaya bangsa Indonesia. Sikap budaya gotong royong yang semula menjadi sikap hidup bangsa telah mengalami banyak gempuran yang terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif dan dinamis, mementingkan kebebasan individu. Dengan memanfaatkan keberhasilannya di berbagai bidang kehidupan serta

kekuatannya di bidang fisik dan militer, barat berhasil semakin mendominasi dunia dan umat manusia. Dampak globalisasi ini telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah aspek budaya gotong royong Indonesia. Masa sekarang ini, dampak globalisasi telah mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia tentang hakikat budaya gotong royong. Masyarakat lebih suka membeli barang – barang mewah yang sarat dengan pemborosan daripada menyisihkan hartanya untuk membantu orang fakir dan miskin. Masyarakat menjadi cenderung individualis, konsumeris, dan kapitalis sehingga rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan senasib sepenanggungan antar sesama manusia mulai hilang tergerus ganasnya badai globalisasi yang mempunyai dampak negatif serta dampak positif tanpa difilter terlebih dahulu oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Arus globalisasi dalam bidang sosial budaya begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama kalangan muda. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda seakan kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia.

Dari cara berpakaian misalnya, banyak remaja – remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya barat, berpakaian minim dan bahan yang digunakan memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak terlihat. Dari cara berperilaku, remaja cenderung mencoba sesuatu yang baru yang tidak memperdulikan dampaknya dan akibat yang di timbulkan. Sikap yang terlalu setia kawan yang terkadang kawan itu sendiri bersalah, namun tetap mendukungnya dengan setia. Dan dapat dikatakan remaja memiliki semangat gotong royong yang tinggi namun terkadang gotong royong untuk membela yang salah dan tidak mau tahu kebenaran. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan memakai pakaian yang sopan dan berperilaku gotong royong yang baik sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun untungnya setelah salah satu warisan budaya bangsa bangsa Indonesia yaitu Batik diakui oleh UNESCO sebagai budaya asli Indonesia dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia, pemerintah di beberapa daerah mulai bergotong royong membuat peraturan daerah yang bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya sendiri khususnya batik dengan memerintahkan instansi-instansi pemerintahan untuk mewajibkan pegawainya memakai baju batik pada hari Jum’at. Dan hal ini pun ditiru oleh perguruan tinggi dan instansi-instansi swasta lain di berbagai bidang. Dengan memakai batik dan bangga memakai batik berarti kita telah melestarikan budaya kita yang sarat dengan nilai seni, gotong royong, perjuangandan menunjukkan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia kepada dunia

BAB III

PENUTUP

3.1       Kesimpulan

  1. Gotong royong adalah unsur budaya yang membuat bangsa menjadi bangsa yang besar dan kuat.
  2. Dengan semangat gotong royong, mudah bagi bangsa untuk mengatasi suatu masalah karena

semua bekerja untuk menyelesaikannya bersama.

  1. Globalisasi masuk ke dalam aspek budaya suatu masyarakat atau negara yang akan berdampak pada perubahan budaya tersebut karena globalisasi adalah hal yang pasti terjadi di semua aspek kehidupan.
  2. Dengan semangat gotong royong, dapat memeratakan program pembangunan nasional, dan tidak membuat jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin karena semua manusia Indonesia bersatu untuk mencapai tujuan mulia bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Indriyani, Titiek, dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Cilacap: MGMP

Prastowo, Tammi. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial. Klaten: Saka Mitra Kompetensi

Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press

Kropotkin, Peter. 2006. Gotong Royong: Kunci Kesejahteraan Sosial. Depok: Piramedia

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=9559&val=4997

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia. Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatangSebagai fakta, keragaman sering disikapi secara berbeda. Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.Setiap manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang.

Setiap individu memiliki hak-hak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan hak asasi manusia.Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, suku bangsa, kebangsawanan, atau pun kekayaan dan kekuasaan. Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa, antarpenganut keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah.

Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis.Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki sosial suatu kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling bawah. Negara-bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa.

Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan menghadirkan kehancuran.Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi, dan saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan sesudah itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar terus-menerus atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu, penting kita miliki dan kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan menghidupkan dan memfungsionalkan semangat multikulturalisme. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan dapat diwujudkan dalam dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan perantauan budaya, pemahaman lintas budaya dan pembelajaran lintas budaya

Rumusan Masalah

  1. Keragaman dan kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain
    2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifat dasar dari manusia dan bangsa Indonesia menjadikan sebagai bingkai dasar Negara kesatuan Republik Indonesia
    3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia mengenali dan mengelola keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Semboyan “ Bhineka Tunggal Ika”

Tujuan

1.Mengetahui keterkaitan antara Keragaman dan kesetaraan

  1. menambah pengetahuan di Bidang Ilmu Sosial Budaya Dasar dan menambah pemahaman tentang kemajemukan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia

Makna Keragaman Manusia

Keragaman berasal dari kata ragam. Keragaman menunjukkan adanya banyak macam, banyak jenis. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan, temperamen, dan hasrat.Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras, suku, agama, budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, jenis tempat tinggal. Hal-hal demikian dikatakan sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat. Keragaman individual maupun sosial adalah implikasi dari kedudukan manusia,baik sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

Makna Kesetaraan Manusia

Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain.

Di hadapan Tuhan, semua manusia sama derajatnya,kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan adalah tingkat ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan. Kesetaraan atau kesederajatan tidak sekedar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia.

 

  1. Kemajemukan Dalam Dinamika Sosial Budaya

Keragaman yang terdapat dalam lingkungan sosial manusia melahirkan masyarakat majemuk. Majemuk berarti banyak ragam,beraneka,berjenis-jenis. Konsep masyarakat majemuk (plural society) pertama kali dikenalkan oleh Furnivall tahun 1948 yang mengatakan bahwa ciri utama masyarakatnya adalah berkehidupan secara berkelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi terpisah oleh kehidupan sosial dan tergabung dalam sebuah satuan politik. Konsep ini merujuk pada masyarakat Indonesia masa kolonial. Masyarakat Hindia Belanda waktu itu dalam pengelompokkan komunitasnya didasarkan atas ras,etnik,ekonomi,dan agama. Usman Pelly (1989) mengategorikan masyarakat majemuk disuatu kota berdasarkan dua hal,yaitu pembelahan horizontal dan pembelahan vertikal.

Secara Horizontal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :

  1. Etnik dan rasa tau asal usul keturunan.
  2. Bahasa daerah
  3. Adat istiadat atau perilaku
  4. Agama
  5. Pakaian, makanan, dan budaya material lainnya.

Secara Vertikal, masyarakat majemuk dikelompokkan berdasarkan :

  1. Penghasilan atau ekonomi
  2. Pendidikan
  3. Pemukiman
  4. Pekerjaan
  5. Kedudukan sosial politik.

Keragaman atau kemajemukan masyarakat terjadi karena unsur-unsur seperti ras,etnik,agama,pekerjaan,penghasilan,pendidikan,dan sebagainya.

Ras

Kata ras berasal dari bahasa Prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama kali istilah ras diperkenalkan Franqois Bernier,antropolog Prancis, untuk mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan ketegori atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah.

Berdasarkan karakteristik biologis, pada umumnya manusia dikelompokkan dalam berbagai ras. Manusia dibedakan menurut bentuk wajah,rambut,tinggi badan, dan karakteristik fisik lainnya. Jadi, ras adalah perbedaan manusia menurut atau berdasarkan cirri fisik biologis.

Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok,yaitu Kaukasoid,Negroid,dan Mongoloid. Sedangkan Koentjaraningrat (1990) membagi ras dunia ini dalam 10 kelompok,yaitu Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid, Polynesia, Melanisia, Micronesia, Ainu, Dravida, dan Bushmen. Orang-orang yang tersebar di wilayah Indonesia termasuk dalam rumpun berbagai ras. Orang-orang Indonesia bagian barat termasuk dalam ras Mongoloid Melayu, sedangkan orang-orang yang tinggal di Papua termasuk ras Melanesia.

Etnik atau Suku Bangsa

Koentjaraningrat (1990) menyatakan suku bangsa sebagai kelompok social atau kesatuan hidup manusia yang memiliki sistem interaksi, yang ada karena kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri.

  1. Baart (1988) menyatakan etnik adalah suatu kelompok masyarakat yang sebagian besar secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan, mempunyai nilai budaya sama dan sadar akan kebersamaan dalam suatu bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri, dan menentukan sendiri ciri kelompok yang diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.Identitas kesukubangsaan antara lain dapat dilihat dari unsur-unsur suku bangsa bawaan (etnictraits).

Ciri-ciri tersebut meliputi natalitas (kelahira) atau hubungan darah,kesamaan bahasa,kesamaan adat istiadat,kesamaan kepercayaan (religi),kesamaan mitologi,kesamaan totemisme. Jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia ada 400 buah. Klasifikasi dari suku bangsa di Indonesia biasanya didasarkan sistem lingkaran hukum adat. Van Vollenhoven mengemukakan adanya 19 lingkaran hukum adat (Koentjaraningrat,1990). Jadi berdasarkan klasifikasi etnik secara nasional, bangsa Indonesia adalah heterogen.

 

  1. Mengenali dan mengelola keragaman masyarakat di Indonesia

Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun di tingka komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi dengan baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman yang ada.Identitas dan Salient IdentitySecara mudah, identitas dapat diartikan sebagai ciri yang melekat atau dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang. Beberapa identitas, misalnya ras dan usia, cenderung bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, seperti agama, ideologi, afiliasi politik, dan profesi. Di samping itu, ada pula identitas yang terkait dengan pencapaian, seperti pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya, sebuah identitas terkesan lebih mencolok atau berarti – dibanding lainnya. Sebelum penghapusan politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda yang paling mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas Muslim/nonMuslim yang sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi penting bagi masyarakat Amerika Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih. Bisa jadi, ini karena keduanya dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lain. Padahal, keragaman status social (kaya/miskin, ningrat/jelata, berpendidikan/tidak berpendidikan), kondisi fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna), fungsi dan profesi (produsen/konsumen, guru/siswa, dokter/pasien), jenis kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup (moderat/militan), dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-slogan seperti Berbeda itu Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity lebih ditujukan untuk mengelola keragaman agama dan etnisitas semata.Ketidakpekaan terhadap komposisi mayoritas-minoritas serta ketimpangan struktural berperluang memunculkan masalah.Beberapa diantaranya adalah :

Tirani mayoritas

Dalam kelompok yang komposisi mayoritas-minoritasnya mencolok, mekanisme-mekanisme pengambilan keputusan yang menekankan pada jumlah (sepert imisalnya voting) perlu dihindari karena cenderung melimpahkan kekuasaan pada mayoritas saja. Jika hubungan mayoritas-minoritas tidak kondusif, kekuasaan yang terpusat pada mayoritas dapat disalahgunakan. Salah satu contoh tirani mayoritas adalah ketika mayoritas kulit putih Amerika Serikat di awal abad 20 memilih disahkannya undang-undang segregasi berdasar warna kulit – akibatnya, orang kulit hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bus, hanya boleh menggunakan kamar mandi khusus kulit hitam, hanya boleh menghadiri gereja dan sekolah kulit hitam, dll.

Ketidakterwakilan

Ada banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah keberadaan minoritas atau kaum lemah yang “tidak nampak”, sehingga mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak dianggap penting. Rapat desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki dewasa. Contoh lain adalah pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau asrama yang tidak dikonsultasikan dengan mahasiswa atau penghuni asrama. Sistem dan sarana (publik) yang tidak ramah guna Umumnya, proses merancang sistem dan sarana (publik) hanya disesuaikan dengan kebutuhan mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat dilihat dari loket pelayanan, letak telfon di box telfon umum, serta lubang kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan anak-anak atau pengguna kursi roda.

Mengelola Keragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
• Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
• Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang berbeda – bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar belakang, karakter, ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
• Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll) yang bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
• Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain

  1. Memahami Masyarakat Multikultural

Pemahaman terhadap multikulturalisme sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman konsep multikulturalisme.Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan. Multikulturalisme adalah sebuah paham yang mengakui adanya perbedaan dalam kesetaraan, baik secara individual maupun kelompok dalam kerangka kebudayaan. Heterogenitas kekayaan budaya negara-bangsa Indonesia selama ini terekatkan dalam sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata lain, kekayaan budaya dapat bertindak sebagai faktor pemersatu, yang sifatnya majemuk dan dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk dari kebudayaan masyarakat yang lebih kecil.Sebagai sebuah konsep, multikulturalisme menjadi dasar bagi tumbuhnya masyarakat sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan sosial. Sehingga, bisa menjamin rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.Melihat kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya – terdiri dari sedikitnya 500 suku bangsa, maka multikulturalisme hendaknya tidak hanya sekadar retorika, tetapi harus diperjuangkan sebagai landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak asasi manusia, dan akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Upaya itu harus dilakukan jika melihat berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air, beberapa waktu lalu. Konflik itu mengindikasikan belum tuntasnya pembentukan masyarakat multikultural di Indonesia. Munculnya konflik antarsuku, misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip multikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Penanaman nilai-nilai kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh masyarakat, tokoh partai, maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian, pemahaman bahwa bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari beragam kebudayaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi, yang terkandung pengakuan terhadap kesetaraan dan toleransi terhadap perbedaan dalam kemajemukan.

  1. Kesetaraan Dalam Kehidupan masyarakat        

Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini di mulai oleh manusia. Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hampir tidak terdengar, pada ribuan tahun yang lalu sudah ada. Tingkatannya rakyat jelata, tetapi berkeinginan agar menjadi sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang kaya serta berkuasa bahkan menjadi anggota kalangan Sang Baginda Raja. Kalau kita mau memikirkan masak-masak keinginan untuk setara itu, biasanya dan selalu datang dari pihak yang kurang beruntung untuk menyamai kaum yang sedang atau sudah beruntung. Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan kesetaraan mungkin sekali adalah karena jurang yang memisahkan kaum yang merasa dirinya tidak setara dengan kaum yang ingin disetarai, semakin curam dan semakin lebar saja. Kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan di atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain.Republik kita yang sudah berumur tua untuk ukuran manusia, 62 tahun saja tidak ada keadilan dalam kehidupan berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang menjadi idaman seluruh rakyat Indonesia tidak pernah datang sampai sekarang dan kemungkina besar juga di masa yang akan depan nanti. Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat, peringkat, kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya, dengan upaya sendiri-sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman sejawat terlebih dahulu hanya untuk membentuk massa-mass forming. Mass forming seperti ini akan menjadi solid-utuh kalau para pembentuknya memang mempunyai peringkat yang setara dan sepadan. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya dan tugasnya, maka massa yang terbentuk akan tidak utuh serta mudah tercerai-berai. Yang memilukan adalah bahwa setiap orang yang mempunyai ambisi untuk menggerakan massa untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.Dengan identitas pluralis dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara manusia Indonesia akan bersifat setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berpikir dan perilaku bangsa Indonesia, apabila setiap orang Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya yang plural dan multikultural itu. Identitas kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan di atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain. Kesetaraan merupakan identitas nasional Indonesia.

BAB III

PENUTUP

1.KESIMPULAN

Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan, tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu Keragaman. Kesetaraan bisa di wujudkan dengan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah NKRI dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di di hadapan hukum ). Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya: sebuah konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu Keragaman dan Kesetaraan harus di tanamkan sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa.

2.SARAN

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi / kelompok manusia harus memiliki kesadaran diri terhadap realita yang berkembang di tengah masyarakat sehingga dapat menghindari masalah yang berpokok pangkal dari keragaman dan keserataan sebagai sifat dasar manusia.

DAFTAR PUSTAKA

1.Siswono Yudo Husodo. 2009. Pancasila dan keberlanjutan NKRI
( http://www.liveconector.com , dikutip tanggal 19 Oktober 2009 )

2.Ilmu Sosial Budaya Dasar
( http://yudihartono.wordpress.com/ )

3.M Zaid Wahyudi. 2009. Jadikan Toleransi sebagai Modal. Artikel-artikel
Islam ( http://ajaranislam.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
2009. Mengenali dan Mengelola Keragaman

4.( http://pdfdatabase.com, dikutip tanggal 20 Oktober 2009 )
Agung mulyana. “Memahami Masyarakat Multikultural”, Suara Karya,
30 November 2006

5.Ignatius Yunanto. 2008. Multikulturalisme sebuah perjuangan panjang bangsa
Indonesia. ( http://joenanto.multyply.com, diakses tanggal 20 Oktober 2009)

6.Rujito. 2009. Identitas Nasional Indonesia
( http://maharsi-rujito.blogspot.com, diakses tanggal 23 Oktober 2009 )

  1. Endang Pertiwi. 2013 Keragaman Manusia dan Kesetaraan

(http://endangpertiwi21.blogspot.com, diakses tanggal 21 Desember 2014)

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar belakang

Dalam proses tumbuh kembang menjadi manusia, anak mulai dibentuk kepribadianya oleh keluarganya. Pembentukan kepribadian anak diperoleh melalui proses sosialisasi di dalam keluarga yang berlangsung dalam bentuk interaksi antara anggota keluarga. Pemberian perlakuan oleh orangtua kepada anaknya menekankan pada bagaimana mengasuh anak dengan baik. Pada umumnya perlakuan orang tua di dalam mengasuh anak-anaknya diwujudkan dalam bentuk merawat, mengajar, membimbing dan kadang-kadang bermain dengan anak. Orangtua sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak, sebab orangtua merupakan guru pertama dan utama bagi anak. Orangtua yang mampu menyadari akan peran dan fungsinya yang demikian strategis, akan mampu menempatkan diri secara lebih baik dan menerapkan pola asuh dan pola pendidikan secara lebh tepat.

Perilaku sosial anak perlu dikembangkan karena dua alasan. Pertama, pola perilaku dan sikap yang dibentuk pada masa awal anak cenderung menetap. Kedua, jenis perilaku sosial yang dilakukan anak meninggalkan ciri pada konsep diri mereka. Orangtua menaruh perhatian terhadap perilaku sosial anak karena anak yang diterima dengan baik mempunyai kemungkinan jauh lebih besar untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuannya dibandingkan dengan anak yang ditolak atau diabaikan oleh teman sebayanya.

BAB II

LANDASAN TEORI

 

Pola Asuh Orangtua

            Pola asuh orangtua adalah cara orangtua mengasuh anak-anaknya yang antara lain diwujudkan dalam bentuk pendisiplinan, pemberian teladan, ganjaran dan hukuman. Ada empat pola pengasuhan yang biasa diterapkan orangtua dalam mengasuh anak-anaknya, yaitu pola pengasuhan autoritatif, pola pengasuhan otoriter, pola pengasuhan penyabar dan pola pengasuhan penelantar.

Pola pengasuhan autoritatif adalah pola pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua yang menerima kehadiran anak dengan sepenuh hati serta memiliki pandangan atau wawasan kehidupan masa depan dengan jelas. Pada pola pengasuhan ini, orangtua lebih memprioritaskan kepentingan masa depan dengan jelas. Pada pola pengasuhan ini orangtua lebih memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya. Tetapi mereka tidak ragu-ragu mengendalikan anak. Orangtua mengarahkan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan anak agar anak memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang akan mendasari anak untuk mengarungi hidup di masa mendatang.

Pola pengasuhan otoriter kebanyakan diterapkan oleh orangtua yang berasal dari pola pengasuhan otoriter pula di masa kanak-kanaknya, atau oleh orang tua yang sebenarnya menolak kehadiran anak. Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung tidak memikirkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang fokusnya lebih pada masa kini. Orangtua menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan sepihak oleh orangtua, memutlakkan kepatuhan dan rasa hormat atau sopan santun. Orangtua tidak menyadari bahwa dikemudian hari anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih rumit dan memusingkan. Meskipun anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter ini memiliki kompetensi dan tanggung jawab yang cukup, namun kebanyakan cenderung menarik diri secara sosial, kurang spontan dan tampak kurang percaya diri.

Pola pengasuhan penyabar atau pemanja kebalikan dari pola pengasuhan otoriter. Segala sesuatu justru berpusat pada kepentingan anak. Orangtua tidak pernah menegur anak atau tidak berani menegur perilaku anak, meskipun perilaku tersebut sudah keterlaluan atau di luar batas kewajaran. Dalam kondisi yang demikian terkadang terkesan jangan sampai mengecewakan anak atau yang penting anak jangan sampai menangis. Meskipun anak-anak dengan pola pengasuhan ini cenderung lebih energik dan responsif dibandingkan anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter, namun mereka tampak kurang matang secara sosial (manja), impulsif dan mementingkan diri sendiri.

Pola pengasuhan penelantar, orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anak. Kepentingan perkembangan kepribadian anak terabaikan. Orangtua dengan pola pengasuhan ini kurang atau bahkan sama sekali tidak mempedulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang sendiri. Pola pengasuhan ini pada umumnya diterapkan oleh orangtua yang sebenarnya menolak kehadiran anak dengan berbagai alasan. Banyak orangtua yang terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri dengan berbagai macam alasan pembenaran. Tidak jarang di antara mereka yang tidak peduli atau tidak tahu dimana anaknya berada, dengan siapa saja mereka bergaul, sedang apa anak tersebut dan sebagainya.

Perilaku Sosial

            Perilaku sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk dikembangkan karena sangat mempenaruhi proses tumbuh kembang anak khususnya anak usia taman kana-kanak. Pengembangan perilaku sosial pada anak usia taman kanak-kanak merupakan salah satu aspek yang sangat mendukung perkembangan anak khusunya perkembangan sosial. Perilaku sosial adalah perilaku yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu berada. Individu dengan perilaku sosial adalah individu yang perilakunya mencerminkan tiga proses sosialisasi, sehingga mereka cocok dengan kelompok teman mereka menggambungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok. Adapun tiga proses sosialisasi yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima dan perkembangan sikap social.

Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial terkait dengan standar dari setiap kelompok sosial tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat diterima. Memainkan peran sosial yang dapat diterima, dimana pola kebiasaan setiap kelompok sosial yang telah ditentukan harus juga dapat dipatuhi oleh anggotanya. Sedangkan perkembangan sikap sosial, berarti anak yang bergaul harus menyukai orang dan aktivitas sosial yang ada di kelompok tersebut, sehingga mereka dapat berhasil dalam penyesuaiann sosial dan dapat diterima sebagai anggota kelompok tempat mereka menggabungkan diri.

Bila perilaku sosial anak, seperti yang dinilai berdasarkan standar kelomponya memenuhi harapan kelompok, maka akan menjadi anggota yang akan diterima kelompok. Anak yang menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik. Anak harus menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial dan terhadap peranannya dalam kelompok sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial.

Orangtua adalah kunci utama keberhasilan anak. Orangtualah yang pertama kali dipahami anak sebagai orang yang memiliki kemampuan luar biasa di luar dirinya dan dari orangtuanya anak pertama kali mengenal dunia. Melalui orangtua, anak menegmbangkan seluruh aspek pribadinya. Dalam hal ini, konsep orang tua bukan hanya orang tua yang melahirkan anak, melainkan orangtua yang mengasuh, melindungi dan memberikan kasih sayang kepada anak. Memahami betapa pentingnya peran orang tua bagi pendidikan dan pengembangan anak serta betapa besar tanggung jawab orangtua terhadap pengembangn diri anak baik di rumah maupun di sekolah, maka belajar bagi orangtua mutlak diperlukan. Dengan terus belajar orangtua akan mampu melaksanakan tugas dan fungsinyadengan lebih baik. Selain itu orangtua juga akan mampu memerankan diri sebagai orangtua yang lebih bijaksana di mata anak-anaknya.

Peran orangtua bagi penegembangan anak secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Memelihara kesehatan fisik dan mental anak. Fisik yang sehat akan memberikan peluang yang lebih besar bagi kesehatan mental.
  2. Meletakkan dasar kepribadian yang baik. Struktur kepribadian anak dibangun dan dibentuk sejak usia dini.
  3. Membimbing dan memotivasi anak untuk mengembangkan diri. Anak akan berkembang melalui proses dalam lingkungannya. Lingkungan pertama bagi anak adalah keluarga.
  4. Memberikan fasilitas yang memadai bagi pengembangan diri anak.
  5. Menciptakan suasana yang aman, nyaman dan kondusif bagi pengembangan diri anak.

Perilaku sosial seperti halnya aspek perkembangan lainnya juga mempunyai bentuk bentuk yang membedakan dengan fase-fase perkembangan yang lain. Beberapa bentuk perilaku sosial yang nampak pada anak usia taman kanak-kanak, yaitu (Hurlock, 1978):

  1. Kerja sama
  2. Persaingan
  3. Kemurahan hati
  4. Hasrat akan penerimaan sosial
  5. Simpati
  6. Empati
  7. Ketergantungan
  8. Sikap ramah
  9. Sikap tidak mementingkan diri sendiri
  10. Meniru
  11. Perilaku kelekatan

Faktor-faktor pendorong pola orang tua.dalam  mendidik anak usia dini

Dimana faktor tersebut terbagi menjadi 3 diantaranya yaitu :

  1. Faktor pendidikan

Pendidikan yang baik merupakan wahana untuk membangun sumber daya manusia    ( human resource ), dan sumber daya manusia itu terbukti menjadi faktor determinan bagi keberhasilan bagi pembangunan dan kemajuan suatu bangsa.

  1. Faktor keagamaan

Dalam rangka mencapai keselamatan anak usia dini, agama memegang peranan penting. Maka orang tua yang mempunyai dasar agama kuat, akan kaya berbagai cara untuk melaksanakan upaya terbaik baik psikis maupun fisik terhadap anak.

  1. Faktor lingkungan

Lingkungan juga faktor yang sangat kuat mempengaruhi upaya orang tua secara psikis dan fisik terhadap anak usia dini. Pengaruh lingkungan ada yang baik dan ada yang  buruk. Ketiga faktor tersebut seperti pendidikan keagamaan dan lingkungan merupakan faktor yang melatarbelakangi adanya upaya spiritual ( psikis ) dan fisik yang dilaksanakan oleh orang tua dalam rangka memperoleh generasi yang unggul. Jadi tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap upaya secara psikis dan fisik baik yang menafaskan agama maupun tradisi.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Effendi, Ridwan dan Elly Malihah. (2007). Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial   Budaya dan Teknologi. Bandung : CV. Maulana Media Grafika.
  2. Hasan, maemunah.2009. Pendidikan Anak Usia dini. Yogyakarta: Diva Press
  3. 2009.Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://indo2.islamicworld.net/index.php?option=com_content&view=article&id=32:peranan keluarga-dalam-pendidikan-karakter-anak&catid=9:psikologi-islam&Itemid=16

BAB I

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang Masalah

Belakangan ini tidak jarang kita melihat di media cetak, media elektronik, maupun melihat langsung peristiwa yang sangat memalukan, yaitu tawuran di kalangan masyarakat Indonesia. Tawuran menjadi berita yang sering muncul. Mahasiswa yang dikatakan makhluk intelek pun masih saja menggunakan jalan kekerasan ini sebagai solusi pertamanya. Sebuah pandangan dari ilmu sosiologi mengatakan bahwa tawuran kerap terjadi antar kelompok sosial dalam masyarakat. Pemicunya biasanya disebabkan oleh gesekan-gesekan antar individu yang berkembang menjadi konflik kelompok. Interaksi antara dua pihak atau lebih yang bersifat sara atau melecehkan salah satu pihak tersebut juga sering menjadi penyebab tawuran. Jika pihak yang merasa dilecehkan merasa harga dirinya ternoda, maka dengan singkat fikiran mereka akan menyelesaikannya dengan cara kekerasan tanpa adanya negosiasi terlebih dahulu. Karena adanya rasa saling memiliki dan rasa kesadaran sebagai bagian dari kelompoknya maka individu-individu yang tergabung dalam kelompok tersebut rela mengorbankan diri demi nama baik kelompoknya. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi warga yang tidak tahu apa-apa dan mereka mau tidak mau menjadi korban dengan adanya persitiwa ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

Penyebab Terjadinya Tawuran

Menurut para ahli, kebudayaan tawuran di kalangan masyarakat Indonesia dikarenakan oleh kondisi masyarakat yang masih menganut sebuah solidaritas mekanik. Dimana rasa kesolidaritasan mereka sangat tinggi sekali dalam masalah kekeluargaan. Mereka akan menjaga satu sama lain serta saling member bila ada yang membutuhkan. Sayangnya solidaritas ini sangat rentan bila tereduksi dengan sebuah konflik. Karena tanpa klarifikasi yang jelas seorang anggota kelompok tadi bisa mengangkat senjata demi nama baik kelompok. Mereka tidak akan mengklarifikasi dari mana masalah bermula. Ciri-ciri inilah yang terlihat pada masyarakat semi desa (rural community) yang kondisi tatanan sosial masyarakatnya masih didominasi para generasi tua, pembagian kerja sangat tidak tegas, mengandalkan kolektivitas serta sangat erat dalam ikatan adat dan solidaritas religius.

Salah satu manajemen konflik yang cukup ampuh untuk meredakan konflik adalah membiarkan mereka hingga lelah (stalemate). Hal ini sangat riskan sekali dilaksanakan karena bisa jatuh korban jiwa bahkan peperangan besar selanjutnya. Tindakan represif dari aparat penegak hukum memang dapat meredakan konflik, namun justru menjadikan budaya kekerasan semakin tidak terkontrol. Lebih dari 60 tahun merdeka ternyata tak membuat jiwa-jiwa nasionalisme warga negaranya semakin bertambah, yang muncul justru Cauvinisme yang semakin kental. Pada saat terjadi persoalan, bukan berfikir jauh soal bangsa dan negara, tapi kelompok dan individu. Sehingga ketika terjadi persoalan sangat gampang untuk diprovokosi pihak-pihak lain yang tak bertanggung jawab. Sensitifitas dari masyarakat kita tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi. Tingkat stres yang akut, juga bisa pemicu seseorang menjadi lebih sensitif dan cepat marah.

Barangkali pemerintah juga harus melihat mental dari warganya, yang dipikirkan bukan hanya pembangunan fisik saja tetapi juga pembentukan mental tak boleh diabaikan. Tingkat stres bangsa kita sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Isu-isu berita yang membosankan, budaya infotaimen, harga sembako tinggi, banyak buruh di PHK, gaji tak cukup, korupsi merajalela, PNS tak sejahtera, kesehatan mahal, pendidikan mahal dan segala macam persoalan ini menjadi bagian dari setiap kita yang tinggal di Indonesia. Dalam sebuah masyarakat banyak ditemui persamaan dalam berbagai hal, tetapi seringkali juga didapati banyak perbedaan-perbedaan dalam diri mereka, dan dalam setiap kehidupan juga terdapat pertentangan-pertentangan itulah sebabnya keadaan masyarakat terkadang mengalami kegoyahan yang tidak terkontrol, dari situlah awal terjadinya perpecahan. Pertentangan sosial dapat diartikan suatu konflik yang terjadi diantara masyarakat sehingga dapat menimbulkan perpecahan diantara mereka. Jika terjadi perpecahan akan mengalami kerusuhan dan atau kerugian bagi masyarakat, banyak korban-korban yang tidak bersalah menjadi ikut terkena musibah akibat kerusuhan tersebut.

Solusi Dan Penanganan Dari Masalah Tawuran

Masyarakat kita mengalami ketidakpastian dan ketidaknyamanan perkembangan sosio-budaya, disebabkan semakin banyaknya elemen-elemen masyarakat yang menyebarkan virus-virus social, ekonomi, politik dan kultural (moral hazards). Artinya, karena beragam alas an tidak sedikit anggota masyarakat yang menjadi kriminal sosial (para preman, pengangguran, dsb) dan kriminal kultural (hiburan dari budaya luar yang negative/tidak islami yang masuk secara massif ke dalam media-media informasi dan komunikasi yang ada di masyarakat seperti televisi, internet, VCD, dsb), kriminal ekonomi, kriminal politik, kriminal agama dan jenis-jenis kriminalitas lainnya. Masyarakat kita telah meninggalkan nilai-nilai sosio-keagamaan dan sosio-kekerabatan yang dulu banyak dimitoskan sebagai masyarakat yang dulu banyak dimitoskan sebagai masyarakat dan bangsa yang sopan santun dan murah senyum, ini diakibatkan oleh perkembangan zaman yang mendorong masyarakat menjadi individualis dan masyarakat yang egoistis.

Masyarakat kita adalah masyarakat yang belum dewasa, sehingga banyak persoalan diselesaikan secara fisik dan dalam lingkup social yang tidak kecil, penyelesaian persoalan dilakukan bukan melalui keterbukaan dialog. Akar masalah utama barangkali bisa ditarik benang merahnya dari sisi ekonomi, tingkat penganguran yang tinggi dan kesejahteraan masyarakat yang rendah adalah pemicu paling mudah. Hal ini bisa diperbandingkan dengan daerah dengan tingkat ekonomi dan kesejahteraannya yang lebih baik jarang terdengar kasus tersebut. Maka diperlukan langkah-langkah konkret dalam upaya pembukaan lapangan pekerjaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dengan cara pembangunan sentra industry-industri kecil dan pemberdayaan koperasi desa.

Agar budaya tawuran antar desa tidak menjadi budaya yang abadi setidaknya menghidupkan kehidupan berbudaya yang lebih sarat makna seperti Tradisi Sedekah Bumi, Tradisi Muludan, Tradisi Syawalan hingga tradisi “Nadran” yang dapat meningkatkan persaudaraan dan kerukunan antar warga desa. Konsep pemekaran antar desa barangkali juga dapat menjadi solusi jangka pendek dengan mencoba melakukan pembauran-pembauran wilayah administratif pemerintahan. Sisi preventif bisa juga dilakukan dengan upaya pemberantasan secara total peredaran minuman keras dari mulai pabrik hingga penjualannya.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sebenarnya bisa berperan dalam usaha mengendalikan masalah sosial seperti tawuran yang sering terjadi di tengah masyarakat. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai pihak ketiga yang menengahi masalah tersebut atau pihak netral yang tidak memihak. Peran sebagai pihak ketiga atau mediator adalah bentuk pengendalian secara kultural. Pengendalian ini berusaha untuk mengendalikan setiap individu atau kelompok untuk “back to habbits”, artinya mengembalikan kelompok yang bertikai kepada norma-norma yang berlaku di daerahnya. “Back to habbits” adalah tahap pertama dalam mengupayakan pengendalian masyarakat yang bertikai. Hal ini penting, karena sebelum kita melangkah ke tahap selanjutnya, setiap kelompok harus menyadari terlebih dahulu bahwa diantara mereka terjadi situasi konflik yang melanggar norma-norma yang berlaku. Kemudian tahap selanjutnya adalah bagaimana kita bisa melakukan pengarahan, pembinaan atau bombingan terhadap masyarakat tersebut.

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

Masyarakat Indonesia saat ini belumlah dapat dikatakan dewasa dalam cara berfikir dan watak keras di kalangan masyarakat masih sangat kental. Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan di media cetak maupun elektronik. Kerugian yang disebabkan oleh perilaku yang sangat tidak terpuji ini tidak bisa dianggap remeh dan dipandang sebelah mata. Sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan serta rasa perdamaian harusnya bersedih melihat peristiwa-peristiwa tawuran yang terjadi di negara ini. Untuk itu sebagai warga Indonesia kita perlu bersikap lebih dewasa dalam menagani masalah dan tidak bertindak anarkis serta lebih mengutamakan dialog dan musyawarah untuk mencari solusi dari setiap permaslahan.

Daftar Pustaka

Irianto, G.2009. Bagaimana menangani permasalahan tawuran di masyarakat. Koran Haluan, 28 April 2009. Padang.

http://Merdeka.com, tanggal berita dimuat: Rabu, 30 Oktober 2013

Http://Fistyavishasepti.blogspot.com/2013/08/penyebab-tawuran-antar-warga-di-tiap.html

tugas etika profesi

TUGAS ETIKA PROFESI
1. apa sebenarnya kepakaran dari seorang sarjana teknik industri?
2. tuliskan karakter-karakter tidak beretika menurut kalian dalam kehidupan sehari-hari (beri 5 contoh dan analisa)?
3. tuliskan aktivitas tidak beretika professional dalam bekerja (beri 5 contoh dan analisa)?

JAWABAN

1.

Kepakaran dari sarjana teknik industri dapat dilihat dari kompetensi dan latar belakang profesi yang diperolehnya melalui sebuah pendidikan maupun pelatihan yang khusus, serta penerapannya dalam mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajarinya dalam mengatasi permasalahan di lingkungan masyarakat sekitarnya maupun dikehidupan bangsa dan negara. Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan nilai-nilai idealisme dan tujuan mulia “ for the benefit of mankind “ dari berbagai macam aktivitas yang tidak pernah terlepas dari konflik kepentingan. Seorang sarjana teknik industri dalam menjalankan profesinya haruslah berkonsep pada mengutamakan keluhuran budi, dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya serta meningkatkan kompetensi dan martabat yang dimiliki berdasarkan keahlian profesional.

Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan semangat pengabdian yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dimilikinya bukanlah sebuah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah ataupun keuntungan, melainkan sebuah kebajikan yang hendak diabadikan demi dan semata untuk kesejahteraan umat manusia. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/atau kekayaan materiil-duniawi.

2.

a. bersikap apatis/ acuh tak acuh ; adalah sikap antisosial yang tidak memperdulikan keadaan orang maupun lingkungan di sekitarnya. Sikap ini akan menggangu rekan-rekan lain dalam sebuah kelompok kerja dan dapat menurunkan produktifitas.

b. berbicara kasar kepada orang lain ; orang yang suka berbicara kasar di depan umum terhadap orang lain dianggap tidak beretika karena selain menggangu kenyaman di depan umum juga dapat memancing perselisihan karena ucapan kasarnya yang menyakiti orang lain.

c. bersikap egois dalam kelompok kerja ; sikap mementingkan diri sendiri ini adalah sikap yang tidak beretika karena banyak merugikan orang lain, misalnya dalam suatu kelompok kerja dibutuhkan kerja sama dan kekompakkan satu sama lain tetapi jika ada satu orang saja yang bersikap egois tidak mau mengerjakan tugas atau mau menang sendiri tanpa memikirkan teman-teman kelompoknya, maka akan membuat pekerjaan tersebut menjadi terhambat atau sulit untuk dilakukan.

d. malas dan menunda pekerjaan ; seseorang dalam menerima pekerjaan yang diberikan harus memiliki rasa tanggungjawab dan menghindari sikap malas-malasan dan menunda pekerjaan, karena selain merugikan perusahaan, orang lain dan diri sendiri juga merupakan sikap yang amoral dan tidak beretika.  

e. berbohong ; dalam kehidupan sosial maupun lingkungan kerja sikap ini tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga sendiri, perusahaan tentu menghindari karyawan seperti ini. Orang yang berbicara jauh dari kebenaran dan tidak sesuai kata dengan perbuatan adalah sikap tak beretika dan jauh dari norma-norma sosial

3.

a. tidak objektif dalam bekerja ; dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, seorang pekerja harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan. jika tidak, maka dianggap tidak memiliki etika professional.

b. lalai dari tugas yang diberikan ; orang yang memiliki karakter ini menandakan bahwa dia tidak memiliki ketelitian dan sikap disiplin dalam mengatur hidupnya, sehingga jika diberikan tugas banyak membuat kesalahan-kesalahan yang merugikan orang lain maupun lingkungan tempatnya bekerja

c. plagiat; aktivitas meniru atau membajak karya orang lain secara ilegal tanpa diketahui pemilik aslinya merupakan tindakan yang tidak hanya melanggar etika professional tetapi juga merupakan sebuah pelanggaran hukum

d. tidak taat peraturan ; suatu peraturan dibuat bukan hanya untuk ditaati tetapi juga untuk mengatur aktivitas, tindakan dan perbuatan agar tidak berbenturan dengan kepentingan orang lain dan norma yang berlaku. Orang yang melanggar peraturan tidak hanya melangar hak orang lain juga melanggar etika professional

e. tidak dapat dipercaya ; suatu perusahaan atau tempat seseorang bekerja memiliki rahasia terutama dalam tujuan untuk bisa terus mempertahankan eksistensi perusahaan tersebut. apabila seorang pekerja tidak dapat menjaga kerahasiaan perusahaan tersebut, maka dianggap tidak  memiliki etika professional.

 

TUGAS ETIKA PROFESI
1. apa sebenarnya kepakaran dari seorang sarjana teknik industri?
2. tuliskan karakter-karakter tidak beretika menurut kalian dalam kehidupan sehari-hari (beri 5 contoh dan analisa)?
3. tuliskan aktivitas tidak beretika professional dalam bekerja (beri 5 contoh dan analisa)?
JAWABAN

1.

Kepakaran dari sarjana teknik industri dapat dilihat dari kompetensi dan latar belakang profesi yang diperolehnya melalui sebuah pendidikan maupun pelatihan yang khusus, serta penerapannya dalam mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajarinya dalam mengatasi permasalahan di lingkungan masyarakat sekitarnya maupun dikehidupan bangsa dan negara. Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan nilai-nilai idealisme dan tujuan mulia “ for the benefit of mankind “ dari berbagai macam aktivitas yang tidak pernah terlepas dari konflik kepentingan. Seorang sarjana teknik industri dalam menjalankan profesinya haruslah berkonsep pada mengutamakan keluhuran budi, dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya serta meningkatkan kompetensi dan martabat yang dimiliki berdasarkan keahlian profesional.

Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan semangat pengabdian yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dimilikinya bukanlah sebuah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah ataupun keuntungan, melainkan sebuah kebajikan yang hendak diabadikan demi dan semata untuk kesejahteraan umat manusia. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/atau kekayaan materiil-duniawi.

 2

a. bersikap apatis/ acuh tak acuh ; adalah sikap antisosial yang tidak memperdulikan keadaan orang maupun lingkungan di sekitarnya. Sikap ini akan menggangu rekan-rekan lain dalam sebuah kelompok kerja dan dapat menurunkan produktifitas.

b. berbicara kasar kepada orang lain ; orang yang suka berbicara kasar di depan umum terhadap orang lain dianggap tidak beretika karena selain menggangu kenyaman di depan umum juga dapat memancing perselisihan karena ucapan kasarnya yang menyakiti orang lain.

c. bersikap egois dalam kelompok kerja ; sikap mementingkan diri sendiri ini adalah sikap yang tidak beretika karena banyak merugikan orang lain, misalnya dalam suatu kelompok kerja dibutuhkan kerja sama dan kekompakkan satu sama lain tetapi jika ada satu orang saja yang bersikap egois tidak mau mengerjakan tugas atau mau menang sendiri tanpa memikirkan teman-teman kelompoknya, maka akan membuat pekerjaan tersebut menjadi terhambat atau sulit untuk dilakukan.

d. malas dan menunda pekerjaan ; seseorang dalam menerima pekerjaan yang diberikan harus memiliki rasa tanggungjawab dan menghindari sikap malas-malasan dan menunda pekerjaan, karena selain merugikan perusahaan, orang lain dan diri sendiri juga merupakan sikap yang amoral dan tidak beretika.  

e. berbohong ; dalam kehidupan sosial maupun lingkungan kerja sikap ini tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga sendiri, perusahaan tentu menghindari karyawan seperti ini. Orang yang berbicara jauh dari kebenaran dan tidak sesuai kata dengan perbuatan adalah sikap tak beretika dan jauh dari norma-norma sosial

3

a. tidak objektif dalam bekerja ; dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, seorang pekerja harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan. jika tidak, maka dianggap tidak memiliki etika professional.

b. lalai dari tugas yang diberikan ; orang yang memiliki karakter ini menandakan bahwa dia tidak memiliki ketelitian dan sikap disiplin dalam mengatur hidupnya, sehingga jika diberikan tugas banyak membuat kesalahan-kesalahan yang merugikan orang lain maupun lingkungan tempatnya bekerja

c. plagiat; aktivitas meniru atau membajak karya orang lain secara ilegal tanpa diketahui pemilik aslinya merupakan tindakan yang tidak hanya melanggar etika professional tetapi juga merupakan sebuah pelanggaran hukum

 

d. tidak taat peraturan ; suatu peraturan dibuat bukan hanya untuk ditaati tetapi juga untuk mengatur aktivitas, tindakan dan perbuatan agar tidak berbenturan dengan kepentingan orang lain dan norma yang berlaku. Orang yang melanggar peraturan tidak hanya melangar hak orang lain juga melanggar etika professional

e. tidak dapat dipercaya ; suatu perusahaan atau tempat seseorang bekerja memiliki rahasia terutama dalam tujuan untuk bisa terus mempertahankan eksistensi perusahaan tersebut. apabila seorang pekerja tidak dapat menjaga kerahasiaan perusahaan tersebut, maka dianggap tidak  memiliki etika professional.

 

TUGAS ETIKA PROFESI
1. apa sebenarnya kepakaran dari seorang sarjana teknik industri?
2. tuliskan karakter-karakter tidak beretika menurut kalian dalam kehidupan sehari-hari (beri 5 contoh dan analisa)?
3. tuliskan aktivitas tidak beretika professional dalam bekerja (beri 5 contoh dan analisa)?
JAWABAN

1.

Kepakaran dari sarjana teknik industri dapat dilihat dari kompetensi dan latar belakang profesi yang diperolehnya melalui sebuah pendidikan maupun pelatihan yang khusus, serta penerapannya dalam mengaplikasikan disiplin ilmu yang telah dipelajarinya dalam mengatasi permasalahan di lingkungan masyarakat sekitarnya maupun dikehidupan bangsa dan negara. Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan nilai-nilai idealisme dan tujuan mulia “ for the benefit of mankind “ dari berbagai macam aktivitas yang tidak pernah terlepas dari konflik kepentingan. Seorang sarjana teknik industri dalam menjalankan profesinya haruslah berkonsep pada mengutamakan keluhuran budi, dengan menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya serta meningkatkan kompetensi dan martabat yang dimiliki berdasarkan keahlian profesional.

Sebagai seorang profesional, mereka harus mampu mempertahankan semangat pengabdian yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dimilikinya bukanlah sebuah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah ataupun keuntungan, melainkan sebuah kebajikan yang hendak diabadikan demi dan semata untuk kesejahteraan umat manusia. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/atau kekayaan materiil-duniawi.

 

a. bersikap apatis/ acuh tak acuh ; adalah sikap antisosial yang tidak memperdulikan keadaan orang maupun lingkungan di sekitarnya. Sikap ini akan menggangu rekan-rekan lain dalam sebuah kelompok kerja dan dapat menurunkan produktifitas.

b. berbicara kasar kepada orang lain ; orang yang suka berbicara kasar di depan umum terhadap orang lain dianggap tidak beretika karena selain menggangu kenyaman di depan umum juga dapat memancing perselisihan karena ucapan kasarnya yang menyakiti orang lain.

c. bersikap egois dalam kelompok kerja ; sikap mementingkan diri sendiri ini adalah sikap yang tidak beretika karena banyak merugikan orang lain, misalnya dalam suatu kelompok kerja dibutuhkan kerja sama dan kekompakkan satu sama lain tetapi jika ada satu orang saja yang bersikap egois tidak mau mengerjakan tugas atau mau menang sendiri tanpa memikirkan teman-teman kelompoknya, maka akan membuat pekerjaan tersebut menjadi terhambat atau sulit untuk dilakukan.

d. malas dan menunda pekerjaan ; seseorang dalam menerima pekerjaan yang diberikan harus memiliki rasa tanggungjawab dan menghindari sikap malas-malasan dan menunda pekerjaan, karena selain merugikan perusahaan, orang lain dan diri sendiri juga merupakan sikap yang amoral dan tidak beretika.  

e. berbohong ; dalam kehidupan sosial maupun lingkungan kerja sikap ini tidak hanya merugikan orang lain tetapi juga sendiri, perusahaan tentu menghindari karyawan seperti ini. Orang yang berbicara jauh dari kebenaran dan tidak sesuai kata dengan perbuatan adalah sikap tak beretika dan jauh dari norma-norma sosial

a. tidak objektif dalam bekerja ; dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, seorang pekerja harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan. jika tidak, maka dianggap tidak memiliki etika professional.

b. lalai dari tugas yang diberikan ; orang yang memiliki karakter ini menandakan bahwa dia tidak memiliki ketelitian dan sikap disiplin dalam mengatur hidupnya, sehingga jika diberikan tugas banyak membuat kesalahan-kesalahan yang merugikan orang lain maupun lingkungan tempatnya bekerja

c. plagiat; aktivitas meniru atau membajak karya orang lain secara ilegal tanpa diketahui pemilik aslinya merupakan tindakan yang tidak hanya melanggar etika professional tetapi juga merupakan sebuah pelanggaran hukum

 

d. tidak taat peraturan ; suatu peraturan dibuat bukan hanya untuk ditaati tetapi juga untuk mengatur aktivitas, tindakan dan perbuatan agar tidak berbenturan dengan kepentingan orang lain dan norma yang berlaku. Orang yang melanggar peraturan tidak hanya melangar hak orang lain juga melanggar etika professional

e. tidak dapat dipercaya ; suatu perusahaan atau tempat seseorang bekerja memiliki rahasia terutama dalam tujuan untuk bisa terus mempertahankan eksistensi perusahaan tersebut. apabila seorang pekerja tidak dapat menjaga kerahasiaan perusahaan tersebut, maka dianggap tidak  memiliki etika professional.

 

PENERAPAN SOFT SYSTEM METHODOLOGY UNTUK PENANGANAN MASALAH BANJIR DI JAKARTA
(TUGAS PERMODELAN SISTEM)

 

Disusun Oleh
   Nama             : Joniko
   NPM             : 33410785
   Kelas         : 4ID02
            

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2013
Latar Belakang Masalah
Banjir adalah bencana alam yang terjadi secara alami maupun oleh ulah manusia. Sekarang ini banjir sering terjadi karena disebabkan oleh ulah manusia yang mulai tidak menghiraukan keseimbangan alam. Mulai dari membuang sampah disungai, penggundulan hutan oleh manusia, berkurangnya daerah resapan air akibat pembangunan jalan dan rumah. Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka  meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, terjadinya krisis ekonomi serta berbagai permasalahan yang ada, semakin meningkatkan bobot dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan, strategi dan upaya penanganan masalah banjir yang telah ada, baik yang menyangkut aspek-saspek teknis maupun nonteknis.
Hampir seluruh kegiatan penanganan masalah banjir  sampai saat ini dilakukan oleh pemerintah, lewat berbagai proyek dengan lebih mengandalkan pada upaya-upaya yang bersifat struktur. Berbagai upaya tersebut pada umumnya masih kurang memadai bila dibandingkan laju peningkatan masalah. Masyarakat baik yang secara langsung menderita masalah maupun yang tidak langsung menyebabkan terjadinya masalah masih kurang  berperan baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana fisik pengendali banjir, maupun terhadap upaya-upaya non struktur. Hal ini didukung oleh kebijakan pembangunan selama ini yang cenderung sentralistis dan top down, serta adanya berbagai kendala / keterbatasan yang ada di masyarakat sendiri antara lain menyangkut kondisi sosial, budaya dan ekonomi.
Tindakan antisipatif seperti perencanaan dan pengelolaan lingkungan yang matang akan lebih bijaksana daripada melakukan tindakan-tindakan penanggulangan setelah terjadi bencana . Masalah banjir berdampak sangat luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu upaya untuk mengatasinya harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pembangunan yang menyeluruh dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan paradigma baru dalam melaksanakan pembangunan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, terjadinya krisis ekonomi serta berbagai permasalahan yang ada, semakin meningkatkan bobot dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi. Sehubungan dengan itu diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan, strategi dan upaya penanganan masalah banjir yang telah ada, baik yang menyangkut aspek-saspek teknis maupun nonteknis.
Tulisan ini menguraikan tentang banjir, masalah banjir, dan upaya mengatasinya secara umum dan belum menguraikan kebijakan, strategi, dan upaya mengatasi banjir secara rinci. Beberapa hal yang dikemukakan antara lain menyangkut penggunaan istilah dan pengertian, proses terjadinya masalah banjir, dan upaya mengatasi masalah banjir secara umum; dengan tujuan untuk menyamakan pengertian dan pemahaman bagi seluruh stakeholders.
Pengertian banjir
Banjir merupakan fenomena alam/gejala alam lokasi tertentu sebagai respon dari adanya perubahan faktor-faktor alam (termasuk perubahan unsur-unsur iklim yang merupakan siklus) dan faktor-faktor non-alam, maupun aktivitas manusia yang melampaui daya dukung lingkungan. Banjir yang melampaui daya tampung suatu lokasi itu telah mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, bahkan dapat menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, sehingga banjir yang demikian itu dianggap sebagai bencana banjir. Secanggih apapun teknologi mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam menanggulangi banjir yang sudah mencapai klimaks. Tidak ada sesuatu apapun yang dapat melawan kekuatan alam.
Secara kuantitatif masalah banjir terjadi akibat kesenjangan dua hal yaitu: masalah distribusi dan kapasitas/storage. Distribusi hujan yang tidak merata sepanjang tahun cenderung terakumulasi pada waktu yang singkat pada musim hujan (biasanya pada bulan Desember sampai Pebruari) menyebabkan tanah dan tanaman tidak mampu menampung semua volume air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Akibatnya sebagian besar air hujan di alirkan menjadi aliran permukaan, sehingga menyebabkan banjir di hilir. Ada dua faktor perubahan kenapa banjir terjadi yaitu perubahan lingkungan dimana didalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang dan perubahan dari masyarakat itu sendiri. Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini saluran – saluran yang ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan dan tanah – tanah cepat mengalami penjenuhan (Irianto, 2004).  
Peningkatan volume aliran permukaan ini diperparah dengan terjadinya alih guna lahan dari sawah, hutan, perkebunan ke lahan berpenutup permanen seperti perumahan, pabrik, jalan. Perubahan yang tidak terkendali ini akan menyebabkan volume aliran permukaan meningkat luar biasa dan kecepatan aliran permukaan meningkat secara tajam, sehingga daya angkut, daya kikisnya menjadi luar biasa. Volume air yang sangat tinggi dengan waktu tempuh yang singkat, menyebabkan bahaya banjir di hilir menjadi sangat besar (Irianto, 2004).
Di sisi lain, urbanisasi yang dapat meningkatkan terbentuknya lapisan kedap akan meningkatkan aliran permukaan dua hingga enam kali dibandingkan yang terjadi pada lahan alami (tidak terganggu). Urbanisasi sering menyebabkan terjadinya penyempitan jalur aliran sungai akibat pembangunan pemukiman baru, bahkan di sekitar bantaran sungai sekalipun. Dengan demikian, banjir mudah terjadi saat musim hujan tiba. Akibat yang dapat ditimbulkan karena pembentukan lapisan kedap yaitu: (1) kemampuan penyerapan air berkurang akibat laju infiltrasi tanah berkurang sehingga air hujan akan lebih banyak dan cepat menuju ke bagian hilir sungai. Indikatornya terlihat dari karakteristik debit puncak yang tinggi dengan waktu respon   daerah aliran sungai yang singkat, yang dapat mengakibatkan resiko banjir di hilir, (2) Sistem recharging (penyimpanan) air tanah sangat rendah sehingga pasokan air di musim kemarau akan merosot. Akibatnya, risiko bahaya kekeringan akan semakin tinggi.

Dampak dan Kerugian Akibat Banjir
Dampak dan kerugian yang ditimbulkan akibat banjir sangat banyak seperti hilangnya harta benda bahkan nyawa dari rumah penduduk yang terjadi banjir, aktivitas ekonomi yang terganggu akibat infrastruktur jalan yang tergenang banjir, serta maraknya wabah penyakit yang terjadi setelah terjadi banjir. Dibawah ini adalah dampak dan kerugian banjir yang terjadi di walayah jakrta pada awal tahun 2013 seperti yang dimuat situs berita merdeka.com.  
“Banjir besar yang melanda Jakarta di awal 2013, melumpuhkan mayoritas sendi kehidupan dan dunia usaha. Kerugian materi yang besar, tidak terhindarkan. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memperkirakan, kerugian mencapai Rp 20 triliun. Nominal itu mencakup seluruh sektor. “Kerugian akibat banjir ini tidak sedikit. Kalau dihitung-hitung, total kerugian banjir pada tahun ini kira-kira mencapai Rp 20 triliun,” kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Selasa (22/1). Namun, kerugian besar tidak hanya terjadi banjir tahun ini saja. Pada banjir besar yang melanda Jakarta 2007 silam, kerugian juga mencapai angka triliunan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 16 Februari 2007, diperkirakan kerugian mencapai Rp 5,16 triliun. Bila dirinci, banjir yang melanda dari 31 Januari hingga 8 Februari 2007 itu, perkiraan merugikan sektor UKM dan koperasi sekitar Rp 781 juta per hari Sementara kerugian pada BUMD senilai Rp 14,4 miliar. Sektor kerugian BUMN, seperti PLN merugi Rp 17 miliar per hari, PT Telkom merugi Rp 18 miliar, dan PT Pertamina Rp 100 miliar. Kerusakan infrastruktur sungai diperkirakan senilai Rp 383,87 miliar. Karena rusaknya tanggul pada 13 sungai, dan Kanal Banjir Timur dan Barat, serta tebing kali Ciliwung dan pintu air. Perkiraan kerugian jalan raya dan kereta api Rp 601,39 miliar. Berdasarkan informasi selama satu minggu, diperkirakan PT KAI mengalami opportunity loss dari pendapatan penjualan karcis senilai Rp 1 sampai 1,5 miliar per hari.Perkiraan terhadap kerugian perbaikan sarana dan prasarana kegiatan belajar, senilai Rp 14,17 miliar. Kerugian akibat kerusakan rumah tinggal, yang diperkirakan sebanyak 89,770 rumah terendam mencapai Rp 695,7 juta lebih. Bappenas mengasumsikan kerugian Rp 10 juta per unit, untuk rumah non permanen yang hilang tersapu banjir. Sedangkan Rp 20 juta per unit, untuk memperbaiki rumah dan kerusakan terhadap furniture serta peralatan rumah permanen, dan Rp 5 juta untuk kalkulasi kerusakan ringan. Kerugian besar akibat banjir, juga harus ditelan warga Jakarta pada 2002 lalu. Berdasarkan data dari buku ‘Hubungan Kerjasama Institusi dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai’ karya omo Rusdiana dan kawan-kawan, Jakarta harus merugi sedikitnya Rp 9,8 triliun. Dengan rincian kerugian sektor ekonomi Rp 2,5 triliun, transportasi dan telekomunikasi sebesar Rp 78,5 miliar, kerusakan langsung Rp 5,3 triliun, dan kerusakan tidak langsung Rp 2,8 triliun. Pada banjir 2002, sedikitnya 3,7 juta dari 8,3 juta penduduk Jakarta kebanjiran. Sedangkan, luasan daerah yang kebanjiran mencapai 65 hektar, dan luas genangan banjir 8,7 hektar“.(Sumber: Merdeka.com, tanggal berita dimuat: Rabu, 23 Januari 2013)
RICH PICTURE DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA

    

    

ROOT DEFINITION DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA
Root definition : Kajian Sistem Penanggulangan Banjir untuk Mengurangi Dampak   Resiko Banjir bagi Masyarakat di Jakarta
Tujuan dari membuat root definiton adalah untuk menggambarkan keterkaitan antara situasi permasalahan dengan esensi pemecahan masalah yang perlu dikerjakan . dengan mendefinisikan root definition akan terungkap mengenai apa yang dikerjakan, mengapa dikerjakan, siapa yang mengerjakan, siapa yang diuntungkan dengan pekerjaan tersebut dan apakah lingkungan membatasi tindakan yang dilakukan. Dari pendefinisian root definiton dari penanganan banjir di jakarta dapat disimpulkan jawaban dari pertanyaan diatas.

Apa yang dikerjakan : melakukan kajian sistem penanggulangan banjir
Mengapa dikerjakan : untuk mengurangi dampak resiko banjir di Jakarta
Siapa yang mengerjakan : seluruh pihak yang berkepentingan dan terlibat dalam pembuatan kebijakan (Pemerintah pusat, Pemprov. Jakarta, Dinas pekerjaan umum, pengusaha, relawan dan masyarakat setempat)
Siapa yang diuntungkan : seluruh pihak akan diuntungkan jika penanganan banjir tersebut berhasil.
Apakah lingkungan membatasi tindakan yang dilakukan : batasan lingkungan dari kajian sistem ini hanya untuk wilayah di daerah Jakarta

PURPOSIVITY ACTIVITY MODEL DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA

    

REKOMENDASI KEBIJAKAN DARI SOLUSI PENANGANAN BANJIR DI JAKARTA
Pola baru pengelolaan banjir terpadu (Integrat-ed Floods Management) ini adalah alternatif upaya penanganan masalah banjir, yakni berdasarkan pendekatan ekologi dengan cara mengenali faktor-faktor kunci akar permasalahan penyebab banjir serta mengelola factor faktor tersebut. Penanggulangan bencana alam (banjir) selama ini yang telah menelan biaya besar itu, hanyalah berupa penanganan masalah yang bersifat temporer dan tidak menyeluruh, sehingga apabila selesai dipecahkan masalahnya akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar lagi. Begitu seterusnya sehingga menjadi proses yang tidak pernah ada habisnya.
Penanggulangan banjir dengan cara-cara konvensional sebatas mengusir air perlu diubah dengan pola pengelolaan banjir terpadu (integrated floods management) dengan menentukan komponen-komponen lingkungan apa saja yang ada, yang dapat merupakan faktor tidak terakumulasinya air di satu tempat secara berlebihan dan penghambat aliran permukaan, tetapi memperlancar siklus alami air. Hal ini meliputi penggunaan vegetasi yang berfungsi sebagai perangkap atau penahan air, pengontrolan secara alami seperti penanaman tanaman yang menyerap banyak air, pembuatan terasering dan saluran/parit sesuai kontur, tanaman penutup tanah (ground cover), serta usaha lain seperti normalisasi fungsi saluran, kanal, parit. Pengelolaan sampah (reduce, re-use, and recycle), membuat sumur resapan, pintu pembagi, pembuatan bak kontrol, perbaikan tata letak, zonasi, dan sebagainya.
Pola ini menekankan pada sifat yang menyeluruh dalam pendekatannya dan berdasarkan sepenuhnya pada prinsip prinsip ekologi. Keberhasilan pola pengelolaan banjir terpadu ini akan sangat bergantung pada gabungan komponen pengelolaan yang digunakan.Walaupun penggabungan cara konvensional mendapat penekanan yang khusus, tetapi pada hakekatnya, semua komponen pengelolaan yang berguna dan juga kegiatan agronomis yang berkaitan dengan air/pengairan, harus dipadukan dalam pola yang terkoordinasikan untuk memperoleh pola pengelolaan yang kuat dan secara ekonomis menguntungkan, serta tidak merusak lingkungan. Dalam pelaksanaannya agar pola baru ini berhasil baik,kita harus betul-betul memahami fondasinya, yaitu :
a. Keadaan ecosystem (sistem ekologi);
b. Tingkat-ambang-ekonomi–(economic threshold);
c. Pengambilan data volume air.
d. Budaya setempat (local habit, behaviour)
a. Ecosystem (Ecological System)
Selama perjalanannya menuju titik terendah, air akanmendapat hambatan-hambatan dari lingkungannya sepertipanjang saluran, vegetasi, jenis tanah, jenis batuan, dansebagainya. Sesuai keadaan ekosistemnya,–setiap-lokasi/kawasan- akan berbeda jumlah/volume airnya. Karena itustatusnya dalam ekosistem dapat dibagi ke dalam tiga tipe :
Banjir Utama (Key Floods), volume airnya selalu di atas tingkat kerusakan ekonomis; Banjir Sewaktu-waktu (Occasional Floods), volume airnya kadang-kadang melewati tingkat kerusakanekonomisnya; dan Banjir Potensial (Potential Floods), volume airnya selalu rendah tetapi secara potensial dapat menjadi Banjir Utama/Key Floods.
b. Ambang Ekonomi (Economic Threshold)
Nilai ambang ekonomi perlu diketahui karena dalam polayang baru ini, falsafah kita bukan untuk menghilangkanbanjir, tetapi hanya untuk menurunkan volume air sampaitingkat ambang ekonomisnya. Ini berarti penanggulanganbanjir dengan cara pemompaan air, pembuatan sodetan,dan sebagainya hanya digunakan bila volume air telah mencapai tingkat kerusakan ekonomisnya.Penekanan volume air dari tingkat ambang ekonomis ketingkat keseimbangan yang tidak merugikan dibebankankepada faktor-faktor lingkungan alami (termasuk unsurunsur iklim) yang terdapat di alam.

c. Pengambilan Data Volume Air
Informasi tentang keadaan ekosistem (tipe banjir, factor lingkungan, alam, unsur-unsur iklim) serta nilai ambang ekonomis bagi setiap lokasi/ kawasan, hanya dapat diperoleh dengan melakukan survey sebelumnya. Itulah sebabnya, pengambilan data volume air yang teratur serta peramalannya, merupakan fondasi bagi berhasil nya pengelolaan banjir. Berdasarkan informasi tadi, kemudian dtentukan komponen-komponen apa saja yang akan kita gunakan dalam pengelolaan banjir.
d. Budaya Setempat
Dalam pola baru ini masyarakat setempat diajak bertanggungjawab bersama Pemerintah (shared vision, shared resources,and shared actions). Pemerintah tidak usah terlalu banyak mengatur, cukup sebagai enabler, facilitator, & catalisator. Manajemen Banjir sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat dengan mendasarkan pada budaya setempat yang telah terinternalisasi sejak lama yang tercermin dalam sikap, prilaku, dan kebiasaan mereka dengan penuh kearifan. Misal nya konsep spiritual yang mensucikan danau, situ, dan sungai sehingga mereka pantang membuang sampah ke situ. Pemerintah, LSM, NGO, berkewajiban menyadarkan & meluruskan pandangan terhadap sikap, prilaku dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekologi. Dalam hal ini diperlukan capacity building atau pemberdayaan masyarakat untuk memperluas wawasan ekologi dan meningkatkan kesadaran lingkungan.

Daftar Pustaka
Irianto, G.2004. Bagaimana menanggulangi banjir dan kekeringan. Tabloid Sinar Tani, 28 April 2004. Badan Litbang pertanian, Jakarta.
http://Merdeka.com, tanggal berita dimuat: Rabu, 23 Januari 2013

Bumi…
satu kata yang berarti begitu besar. Tentu, karena di sinilah kita memulai, menjalani dan mengakhiri kehidupan. satu kata yang begitu bermanfaat bagi kita semua, karena di sinilah kita bertahan hidup dengan mencari makanan, minuman, dan kebutuhan lainnya yang tersedia di sini.
Tapi, apakah segala manfaat yang diberikan kepada kita malah kita balikkan menjadi banyaknya kerusakan di bumi ini.
Siapakah yang mencemari air, udara, dan tanah yang tersedia di sini?
Siapakah yang seenaknya merusak keindahan di sini?
Siapakah yang menyebabkan bencana-bencana yang terjadi di sini?

mau salahkan siapa? Tuhan? Tentu tidak, jawabannya adalah tak lain dan tak bukan adalah kita
para manusia
Dimanakah rasa peduli kita?
Dimanakah rasa berterimakasih dan bersyukur yang harusnya kita berikan?
Dimanakah kesadaran kita?

kita tidak bisa pura-pura tidak tahu dan mengabaikan semua itu begitu saja
semua ini karena kita
jangan salahkan Tuhan dengan segala bencana yang terjadi, semua itu bukan ujian tapi semua itu adalah akibat dari ulah kita sendiri
karena segala hal yang manusia lakukan pasti akan bertimbal balik yang sepadan dengan apa yang sudah kita lakukan

Apa yang kita lakukan sehingga bencana terjadi?
Apa yang kita lakukan sehingga menyebabkan rusaknya Bumi?

jawabannya adalah semakin canggih dunia, semakin rusak lah Bumi tercinta ini

sampai kapan kita mau membuang sampah sembarangan?
sampai kapan kita mau mengebor minyak bumi sembarangan dan berlebihan?
sampai kapan kita mau mengubah hutan kota menjadi gedung bertingkat?
sampai kapan kita malas menanam tanaman penyaring udara?
sampai kapan kita mau membuang limbah seenaknya yang mencemarkan kehidupan di air?
sampai kapan kita hidup di balik kesenangan dunia yang membuat kita merusak bumi ini?

cintailah Bumi kita, bukan sekedar cinta tapi kembalikan keindahan bumi ini sebagaimana adanya

mengapa bisa terjadi banjir?
karena kita mengotori saluran air dengan limbah organik dan anorganik, menebang pohon-pohon penahan dan penyerap air, membuat gedung bertingkat semakin banyak, membuat seluruh jalan menjadi aspal

ayolah kembalikan keindahan bumi ini, jangan biarkan bumi ini menjadi tempat yang paling buruk bagi setiap makhluk
karena yang tinggal di sini bukan hanya manusia, melainkan hewan dan tumbuhan
jagalah kelestarian hidup mereka, jangan egois dengan memikirkan hidup kita saja
hewan butuh makan, minum, dan kebutuhan lainnya dalam menjaga kelangsungan hidupnya
tumbuhan pun begitu, apalagi tumbuhan begitu bermanfaat bagi kita semua

berikan timbal balik yang sepadan bagi mereka semua, terutama bumi ini
dengan kita menjaga dan membersihkan bumi ini, sama saja kita mencintai ciptaan Tuhan yang paling berharga ini sepenuhnya
keburukan yang terjadi di sini pun akan berdampak yang lebih buruk bagi diri kita, jangan salahkan Tuhan tapi salahkan lah diri kita sendiri yang telah melukiskan kerusakan-kerusakan ini dengan indahnya di Bumi

marilah sama-sama kita menjaga dan membersihkan bumi ini, jangan buat bumi ini menangis
kalau bukan sekarang kapan lagi? apa kita akan menunggu sampai hari akhir nanti?
jangan terlalu banyak bergurau, lakukan mulai dari sekarang!
puncak kehancuran dunia telah dekat, jangan menyia-nyiakan waktu
jika kita melakukannya sama-sama, pasti semua itu dapat teratasi sedikit demi sedikit

       *Catatan terakhir sang mahasiswa*
                (Demonstrasi berdarah)
 
Riuh gemuruh semangat jiwa meramaikan pusat kota…
Meelu-elukan hak tiap raga yang terlupa..
Terkikis sudah terik mentari.
Bergelora penuh asa dalam satu tujuan…
Keadilan..!!!
Keadilan…!!!
Teriakan semakin tumpah riuh di pelataran ibu kota..
Teriakan ironis menyayat hati, besi panas menerobos selembar kulit tipisnya.
Jatuh dalam pilu yang tak terbayar.
Sang mahasiswa dalam pesakitan jiwa dan raga..
Darah segar mengucur dengan derasnya..
Sang mahasiswa tergeletak tanpa gerak, tersenyum sendu menghadap Tuhan..
 *Sajak pesan untuk para petinggi negri.*
 
Tikus-tikus kecil berlari dengan riangnya…
Bergerak lincah dalam ruang terbatas…
Menggerogoti tiap sudut yang bersilau…
Berlindung dalam satu kuasa ketidakadilan…
Akankah bumi pertiwi terus berduka…
Dalam tindak serakah para tikus2 negara?
Akhh…
Indonesia kau sungguh pilu…
Dengarlah jerit para pesakitan sejenak….
Dan hentikan durhakamu…
Tuhan kan punya balasan…
Ingatlah hidup hanya titian..
 
 
               *Sajak Duka Kala Senja* 

Deru klakson membahana membelah kesunyian sore…

Bising syair para pengamen jalan meramaikan sudut kota…

Pucat pasi wajah lelaki tua…
 
Menengadahkan separuh harga diri untuk sesuap nasi…
 
Bumi tetap bisu menjadi saksi kebinatangan sang makhluk sempurna…
 
Tak ubahnya langit pun menatap pilu penuh kehampaan…
 
 
          Sajak Petani Tua Tanpa Pesan

Peluh pagi anak sang mentari.

Mengikis waktu dlm tawa ringkih.

Panas menyengat tubuh yg legam.
 
         Tangan menjadi satu tumpuan..
 
         Petani tua tetap diam dalam lelah.
 
         Menatap nanar nasib dalam tindas kekuasaan.
 
         Petani tua tetap diam tanpa daya dan berkerja tanpa asa.